[Nasional-m] Kanibalis dari Pelumutan, Purbalingga (3)

Ambon nasional-m@polarhome.com
Sun Jan 19 03:00:17 2003


http://www.suaramerdeka.com/harian/0301/19/nas9.htm

Kanibalis dari Pelumutan, Purbalingga (3)
"Celeguk" bila Melihat Anak Kecil

MENYAYAT DAGING: Sumanto memperagakan bagaimana dia menyayat daging paha
mayat Ny Rinah dengan pisau. Dia menyayat kedua paha itu hingga tinggal
tulang pahanya saja. (Foto: Suara Merdeka/F10-15)

SEBELUM mencuri mayat Ny Rinah di kuburan Srengseng, Desa Majatengah,
Kemangkon, Purbalingga, ternyata Sumanto (30) warga Desa Pelumutan,
Kemangkon pernah beberapa kali mencuri ayam milik tetangganya. Namun,
perbuatan itu dimaafkan, karena tetangga tahu ayam itu dimakan sendiri untuk
lauk dia dan bapaknya, Nuryadikarta. Tetangga tidak tahu persis, ayam itu
dimakan hidup-hidup atau dimasak dulu.

''Karena itu, kami terkejut ketika mengetahui pencuri mayat itu Sumanto.
Lebih terkejut lagi, mayat tersebut ternyata dimakan. Dulu kami memaafkan
perbuatan mencuri ayam, karena dia termasuk orang yang mau bekerja bila
disuruh-suruh. Apa pun dia mau kerjakan asal ada upahnya. namun, kalau
mencuri mayat, ya tidak bisa dimaafkan,'' kata Kepala Kadus I Sukro Miarjo,
tempat Sumanto tinggal Sabtu (18/1).

Sukro menjelaskan, selama ini hubungan tersangka dengan para tetangga baik.
Jika ada kerja bakti atau kumpulan warga, Sumanto selalu melibatkan diri.
Dia juga sering nimbrung ngobrol dengan warga. Namun, karena penampilannya
selalu lusuh dan tinggal di gubuk yang lebih mirip kandang ternak, warga
menganggap dia orang yang kurang waras.

Kepada para tetangga, Sumanto sering bercerita dirinya pernah makan orang.
Namun, tentu tidak ada yang mempercayainya. Tetangga menganggap omongan itu
sekadar bualan. karena itu, ketika kasus orang makan mayat itu terungkap,
tetangga geger dan ketakutan. Sebab, ternyata omongan Sumanto tersebut bukan
bualan.

Apa yang dituturkan Sano (45), tetangga Sumanto mungkin bisa membuat kita
merinding. Sebab, setiap kali melihat anak kecil, pria kelahiran 3 Maret
1973 itu seperti menelan ludah dan berkata, ''Wah, angger bocah cilik kayak
kiye daginge nembe gurih-gurihe (Wah, anak kecil seperti ini rasa dagingnya
sedang gurih-gurihnya).''

Sumanto pernah pula bertengkar dengan seorang tetangganya. Karena emosional,
si tetangga memukulnya dengan keras. Anehnya, dia tidak terlihat kesakitan
dan tidak mau membalasnya. Ketika ditanya mengapa tidak mau membalas,
Sumanto hanya bilang, ''Buat apa saya balas pukul. Kalau disuruh makan dia,
ya saya mau.''

Macan Tutul

Sukro menambahkan, semula keluarga Sumanto termasuk kaya di desanya. Kakek
Sumanto, yaitu Nakarta orang yang disegani dan ditakuti. Selain kaya karena
memilik tanah ratusan ubin, Nakarta konon termasuk orang sakti, karena
memiliki ajian macan tutul. Karena kakeknya kaya, Sumanto dan bapaknya
terbiasa hidup enak.

Karena itu, ketika kakeknya meninggal, harta-benda dan tanah-tanah warisan
sedikit demi sedikit dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga itu.
''Hingga yang tersisa hanya tanah pekarangan tempat Sumanto mendirikan
gubuknya. Sementara itu, bapaknya, Nuryadikarta membuat gubuk lebih kecil di
belakangnya. Dibandingkan dengan bapaknya, Sumanto masih mendingan mau
bekerja jika disuruh orang,'' katanya.

Anak Pendiam

Slamet dan Salim, teman sekelas Sumanto di STLP 1 Kemangkon menuturkan,
ketika bersekolah di SLTP itu Sumanto terbilang anak pendiam. Perawakannya
kecil-tinggi. Tidak ada kenakalan yang menonjol saat itu. Tingkah lakunya
normal, seperti teman-teman sebayanya. Sumanto cukup pandai di kelasnya.

Hal senada diungkap Kepala SLTP 1 Kemangkon Suratmo AMPd. ''Dia di sini
periode 1985-1988. Nakalnya masih wajar. Prestasinya tidak terlalu menonjol.
Waktu kelas III dia pernah dihukum karena mengguntingi celananya. Dia suruh
pulang ganti celana. Karena itu, kami terkejut ketika dia ditangkap akibat
mencuri mayat dan memakan dagingnya.''

Kepada Slamet, sepulang merantau dari Lampung, Sumanto pernah bercerita dia
telah membongkar sebuah kuburan baru dan memakan sebagian dagingnya.
Sebagian daging yang lain dijual kepada orang-orang Batak dengan mengatakan
itu daging celeng. Sumanto juga bercerita dia telah membunuh istri
pertamanya yang dikawin karena digerebek massa.

''Kalau ditanggap, ceritanya semakin menggebu-gebu. Kalau sudah begitu, tak
ada yang bisa menyela ceritanya. Yang mendengar pasti menganggap cerita itu
hanya bualan. Namun, saya tidak tahu kebenaran ceritanya.''

Meski dianggap orang yang agak ganjil, Sumanto ternyata cukup ditakuti.
Karena itu, dia sering disuruh Kepala Desa Pelumutan Cipto Yuwono menjaga
saluran irigasi. Setiap kali jaga, Sumanto mengenakan ikat kepala wulung,
gelang rantai, kalung dari kalep, cincin besar di semua jarinya, dan membawa
celurit dan senapan angin. (Arief Noegroho-64e)