[Nasional-m] Ditemukan Batu Berusia 700 Juta Tahun Lebih

Ambon nasional-m@polarhome.com
Thu Aug 15 22:48:02 2002


Pikiran Rakyat
16/8/2002

Ditemukan Batu Berusia 700 Juta Tahun Lebih

SEPINTAS bentuknya mirip meteor. Bahkan jika diperhatikan dengan lebih
teliti, terkadang mirip sebuah rudal yang sedang meluncur.
Ini bukan meteor yang sedang jatuh atau rudal yang sedang diluncurkan.
Tetapi, ini sebuah batu berbentuk kapak (kampak) lonjong yang usianya
diperkirakan melebihi 700 juta tahun.
Sulit meneliti asal-usul batu ini. Sebab, peneliti batu Indonesia sendiri H.
Sujatmiko, Dipl. Ing (Geologist-Gemologis ITB) yang kini membuka show room
sendiri mengaku belum pernah menemukan jenis batuan seperti itu.
Percaya atau tidak percaya, batu ini sebenarnya datang secara ghaib dan
disebut Batu Virus Persi. Namun, nama asli batu ini masih dirahasiakan.
Jenis batu ini langka sekali dibandingkan dengan Giok dan Jambrut. Batu ini
diyakini memiliki berbagai keistimewaan, terutama menjadi media pengobatan.
Sebenarnya, batu dengan ukuran panjang 19,5 cm, lebar 5,7 cm dan tebal 3,4
cm (maksimal) ini sudah pernah dan lama berada di Indonesia dan dipegang
seorang guru besar Islam di Tapanuli, Sumatera Utara bernama Sultan Badullah
dan bergelar Syekh Wali Jamiil Muhammad Jamiil (Jamiil berarti Yang Maha
Indah/Cakap). Sultan Badullah meninggal tahun 1825 di suatu desa Tangun
(dulu masuk Tapanuli Selatan), tetapi sekarang masuk Provinsi Riau. Ia
meninggal dalam usia 150 tahun dan sangat gigih melawan penjajah Portugis.
Di Tapanuli, bentuk batu ini (kapak) disebut baliung, sebuah alat yang
terbuat dari besi yang biasa digunakan penduduk setempat menjadi alat
penebang pohon. Karena ilmu yang dimilikinya dalam Islamlah maka ia diberi
gelar Syekh Wali Jamiil Muhammad Jamiil (Jamiil berarti Yang Maha
Indah/Cakap).
Setelah Sutan Badullah meninggal, secara ghaib pula sempat hilang dan
kabarnya sempat kembali ke Ka’bah. Sebenarnya, selain batu ini juga ada satu
benda pusaka lainnya yang sempat tertinggal di Banten.
Tertinggalnya benda ini di Banten terjadi ketika Sultan Badullah beserta
pasukannya ikut membantu Kesultanan Banten melawan Portugis. Kalau pusaka
yang satu jelas tertinggal di Banten, tetapi batu ini tidak tertinggal di
Banten, melainkan itu tadi kembali ke wilayah asalnya, Ka’bah.
Kedua benda pusaka yang sempat "hilang" selama sekitar 177 tahun itu
semuanya kini sudah ditemukan dan berada di tangan H. Mangarahon Dongoran.
Tentu, penemuan kedua benda pusaka ini juga sangat ajaib. Sebab, keduanya
kembali kepada pemegang amanah ketika yang bersangkutan ditimpa musibah,
sakit yang menurut ’orang pintar’ bukan sakit medis.
Percaya atau tidak, batu ini datang secara ghaib kepada seorang guru,
K.H.A.M. Lukman Hakim, SH di Bogor. Ia yang masih keturunan kesultanan
Banten menceritakan batu itu datang ketika ia sedang shalat Tahajjud. "Batu
ini jatuh ketika saya sedang sujud shalat Tahajjud. Kalau sempat kena
kepala, bisa bocor," kata Pak Kiai yang akrab dengan panggilan Aa (Abang)
ini ketimbang Kiyai ini.
Namun, kata Aa, batu itu adalah milik Allah Swt yang diamanahkan secara
turun-temurun kepada orang Tapanuli. "Yang mengirimkan menyebut agar benda
ini diberikan kepada pemegang amanah. Pemegang amanah itu sekarang Pak Haji
Mangarahon. Ini suara ghaib yang menyebut dan harus saya sampaikan,"
katanya.
Berdasarkan sertifikat batuan yang dikeluarkan GEM-AFIA Bandung Nomor
002/SER/CGA/VIII/2002 tertanggal 2 Agustus 2002 disebutkan ciri-ciri batu
tersebut, seperti bentuk dan ukurannya. Beratnya 417 gram, warna hijau
kekuningan mengandung urat-urat berwarna hitam, kilap resinous, bisa menarik
magnet (urat hitam), struktur padat, tembus cahaya (trainslusen), berat
jenis 2,69 gram/cm3, goresan putih, kekerasan empat skala mohs.
Sertifikat batuan yang ditandatangani H. Sujatmiko, Dipl. Ing menyimpulkan,
"Walaupun secara sifat petrofisika tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
batuan yang diperiksa adalah batuan asli alam jenis Serpentin yang
mengandung urat-urat Magnetit."
Dalam sertifikat itu juga disebutkan catatan, "Batuan Serpentin berwarna
hijau kekuningan, tembus cahaya dan mengandung urat-urat magnetit yang
menempel di magnet merupakan jenis batuan yang sangat langka. Di Indonesia,
batuan jenis ini berasosiasi dengan batuan ultrabasa berumur (berusia)
Pra-Tersier) atau lebih tua dari 65 juta tahun."
Namun, ketika diceritakan tentang penemuan batu dan disebut Virus Persi,
Sujatmiko yang sudah 10 tahun belakangan menekuni penelitian batuan di
Indonesia memperkirakan usianya di atas 700 juta tahun. "Usianya bisa di
atas 700 juta tahun. Sebab, di Bukit Sofa dan Marwah (tempat Sa’i bagi yang
Umrah dan Haji, red), umur batuannya di atas 700 juta tahun."
Sujatmiko mengaku belum pernah menemukan batu seperti itu. "Pernah ditemukan
batu warna seperti itu di Banyuwangi. Tetapi lain, tidak bergaris-garis,
tidak mengandung magnit dan tidak tembus cahaya," katanya.
Sebelum diceritakan asal-usul batu ini, Sujatmiko sendiri sempat menyebutkan
nama batu Bahdar Besi (yang berarti penakluk besi). Berdasarkan cerita yang
sempat beredar, Presiden Soekarno sendiri ketika menunaikan Ibadah Haji
sempat melihat batu ini di dalam Ka’bah, tetapi ia tidak bisa menyentuhnya.
Diperkirakan, batu ini bukanlah hasil kerajinan tangan manusia, tetapi
diciptakan Allah seperti itu.
Diperkirakan ada kembaran batu ini. Namun, hingga sekarang belum diketahui
keberadaannya. Diperkirakan masih berada di Timur Tengah, yaitu di Irak atau
Iran dan di Libya (Afrika Utara).
Banyak rahasia dan manfaat batu ini. Manfaatnya antara lain sebagai media
pengobatan. Sedangkan rahasianya, hanya orang tertentu yang boleh
mengetahui.
Dulu, di Timur Tengan batu ini juga sempat menjadi rebutan dinasti. Namun,
yang menerima batu ini adalah sebuah dinasti (kerajaan) yang diridhai Allah
Swt.
Sultan Badullah juga mempunyai kerajaan kecil di Tapanuli yang
prajurit-prajuritnya sangat tangguh dalam melawan penjajah Portugis. Namun,
sayangnya ketangguhan kerajaan kecil ini tidak sempat dan tidak pernah
tertoreh dalam catatan sejarah Indonesia. (HMD)***