[Nasional-m] Mampukah Tommy seperti AM Fatwa?

Ambon nasional-m@polarhome.com
Thu Aug 15 22:48:04 2002


Suara Merdeka
Jumat, 16 Agustus 2002 Berita Utama

Mampukah Tommy seperti AM Fatwa?

SEUSAI menunaikan Salat Subuh, Kamis sekitar pukul 6.00 terpidana Hutomo
Mandala Putra alias Tommy Soeharto meninggalkan LP Cipinang menuju ke
Alcatraznya Indonesia, LP Nusakambangan. Dengan pengawalan ketat oleh
pasukan Gegana Brimob, putra mantan presiden Soeharto itu resmi menjadi
alumnus LP Cipinang setelah menghuni beberapa bulan.
Lembaga pemasyarakatan itu selain menghasilkan banyak napi yang sadar dan
kembali ke jalan yang benar, juga pernah dihuni para tokoh termasuk tokoh
politik. Anton Medan tercatat juga pernah menghuni lembaga tersebut. Setelah
sadar dan kembali ke masyarakat, dia menjadi juru dakwah (dai) yang
menyebarkan agama setelah masuk Islam dan keluar dari LP. Sejumlah yayasan
sosial dan pesantren didirikannya.
Masih ingat Presiden Timor Lorosae Xanana Gusmao? Namanya juga dibesarkan di
LP Cipinang. Bahkan menjadi pusat perjuangan mengatur strategi politik untuk
memperoleh kemerdekaan. Di situlah, dia mendapat kunjungan mantan presiden
Gus Dur dan Ketua PAN Amien Rais. Intinya, tempat itu menjadi saksi
perjuangan Xanana yang membawa namanya ke tingkat internasional.
Dahulu, banyak yang memprediksi pemimpin negara bekas provinsi ke-27 itu
mungkin namanya tak akan sebesar sekarang bila pemerintah tidak membawa dia
ke Jakarta. Bahkan, Timtim tak seperti sekarang bila dia tak dibawa ke
Jakarta alias "dihabisi" saat tertangkap ketika perang gerilya bersama
pasukan Fretilin.
Wakil Ketua DPR AM Fatwa juga mantan tahanan yang bertahun-tahun mendekam di
LP Cipinang. Oleh Kopkamtib Laksamana Sudomo saat itu, dia dijebloskan dan
menjadi tahanan politik karena dianggap berseberangan dengan pemerintahan
Orde Baru.
Setelah menjalani tahanan bertahun-tahun, cita-citanya menempuh jalur
politik tak pernah surut. Hasilnya, pada era reformasi sekarang dia bangkit
dan menjadi tokoh politik nasional. Bahkan, kini duduk di kursi Wakil Ketua
DPR RI.
Putaran Zaman
Dahulu, semua tak menyangka mereka akan menjadi tokoh dan politikus ternama
seperti sekarang. Kalaupun ada mungkin sedikit jumlahnya, mengingat kekuatan
Soeharto dan Orde Baru yang begitu kuat dan menggurita 30 tahun.
Mereka orang yang dikuya-kuya pemerintah Orde Baru sampai masuk sel tahanan,
kini justru termasuk yang menentukan perjalanan bangsa dan negara. Xanana
menjadi tumpuan masa depan rakyat Timor Lorosae, dan Fatwa menjadi pimpinan
lembaga tinggi yang menentukan arah rakyat ke depan. Begitu juga Anton Medan
yang menjadi mubalig dan bergerak dalam dunia sosial.
Itulah yang disebut putaran sejarah seseorang dalam era wulak-walike zaman.
Apakah Tommy bisa "lulus" seperti mereka ketika terjadi perubahan politik
pada masa mendatang?
Tentu hanya bisa menunggu putaran dan perjalanan sejarah bangsa, apakah akan
membawa Tommy Soeharto menjadi tokoh politik, seperti Xanana atau AM Fatwa
yang sama-sama alumnus Cipinang.
Dilihat dari sisi perkara, jelas itu masalah hukum murni. Namun upaya
menyeret Tommy ke tahanan menjadi keputusan politik dengan penerbitan Tap
MPR tentang pemberantasan KKN.
Tommy juga menghadapi dan menyikapi secara politis. Sebut saja ketika Tommy
langsung bertemu dengan Gus Dur dalam kasus tukar guling tanah Goro adalah
masalah hukum. Dia dalam pertemuan dengan Gus Dur yang menimbulkan polemik
itu meminta agar memberi grasi meski hanya dihukum beberapa bulan.
Yang jelas upaya Tommy gagal dan grasi itu tak pernah ada, sehingga dia
kecewa dan menghilang sehingga dinyatakan sebagai buron atau masuk daftar
orang dalam pencarian. Langkah Tommy kembali ke jalur politik dengan
berupaya menggulingkan Gus Dur dari kursi orang nomor satu RI.
Dia mengaku mengeluarkan dana Rp 12 miliar rupiah untuk aksi demonstrasi
melengserkan mantan ketua umum PBNU itu dari jabatannya. Jelas itu pengakuan
yang sudah masuk wilayah politik. Beruntung tak diketahui saat Gus Dur
berkuasa, sebab bisa disebut makar.
Tommy pun akhirnya keluar dari tempat persembunyian dan mau menjalani proses
hukum. Dia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dalam akumulasi perkara yang
didakwakan. Yang menarik, setelah dijatuhi hukuman, Tommy tidak menggunakan
hak upaya hukum banding atas keputusan pengadilan untuk mendapat keringanan,
dengan pertimbangan masalah politik yang tidak memungkinkan. Justru dia
menunggu terjadinya perubahan politik.
Malah Tommy memilih pindah dari LP Cipinang. Tentu saja itu yang menarik
perhatian dan menimbulkan pertanyaan sekitar kepindahan tersebut. Wajar jika
pers berusaha mengikuti proses pemindahan itu sejak sore dan malam hingga
dini hari.
Tanda-tanda Tommy akan dipindah itu sudah mulai tampak ketika saudara dan
pengacaranya menjenguk di LP Cipinang. Siti Hardianti Rukmana (Mbak Tutut)
dan Mbak Titik sore hari menjenguk adik lelakinya itu.
Wajar bila rencana kepindahan itu mendapat perhatian, terutama dari kalangan
pers yang berlomba mendapat informasi paling akurat agar bisa disampaikan
kepada masyarakat. Itu lantaran seorang Tommy. Sekalipun, kepindahan seorang
napi dari tahanan ke tahanan lain merupakan hal biasa.
Detik-detik mendebarkan terjadi menjelang dini hari. Sebab seperti biasa,
eksekusi, pembebasan, dan pemindahan napi dilakukan pada pukul 00.00 dini
hari. Sekitar pukul 01.35 pasukan pengawal dari Gegana Brimob tiba. Setelah
menunggu di depan LP Cipinang, tim masuk ke dalam LP sekitar pukul 02.15.
Sekitar pukul 03.50 sejumlah pejabat di Dirjen Lapas masuk.
Berlebihan
Azan Subuh bergema dari masjid sekitar LP Cipinang dan Tommy bersiap
menjalankan Salat Subuh. Baru sekitar pukul 06.00, Tommy berada di antara
pengawal yang tertutup muka dibawa dengan konvoi mobil. Tak jelas mobil apa
yang ditumpangi Tommy, karena tidak ada keterangan yang jelas, demi
keamanan.
Suasana ramai di LP Cipinang menarik perhatian sejumlah orang lewat. Melihat
kerumunan yang disusul konvoi mobil keluar dari LP Cipinang, mereka terpaksa
berhenti. Mereka pun mencari tahu siapa itu?
Setelah dijawab, yang baru keluar adalah Tommy Soeharto, langsung
berkomentar, "Kok seperti pahlawan sampai diiring pengawal yang banyak."
Tentu saja lontaran itu muncul karena tak tahu prosedur pemindahan napi,
apalagi seorang Tommy yang langsung dibawa dengan helikopter menuju ke
Nusakambangan. Jelas ada yang berkomentar, itu berlebihan.
Terlepas komentar miring dari orang yang lewat di depan LP Cipinang itu,
Tommy sebelumnya merupakan simbol orang yang hidup dan menikmati kekuasaan
selama Orde Baru berkuasa. Ketika terjadi pemberantasan KKN dalam hal kasus
Goro, dia termasuk orang yang terjerat dalam pemberantasan KKN oleh
pemerintahan sekarang.
Tak berlebihan bila dia menyatakan tak ingin banding lantaran posisinya
tidak menguntungkan dan menunggu kondisi politik sehingga lebih memilih
menunggu perubahan situasi politik yang memungkinkan untuk minta grasi atau
upaya hukum lain yang bisa membebaskannya dari tahanan.
Begitu optimistis Tommy, sehingga benar-benar tak mau banding dan menunggu
perubahan politik. Dia juga melihat sikap Presiden Megawati Soekarnoputri
yang konsisten memberantas KKN dan menegakkan supremasi hukum.
Jika hanya melihat sosok Tommy, memang terlalu berlebihan memprediksi ke
depan tentang terjadinya perubahan politik. Namun bila melihat keluarga
Cendana serta kroni-kroni yang masih setia, mungkin sikap Tommy itu agak
realistis lantaran kekuatan Orde Baru menyebar dan berada di setiap
komponen.
Hanya dengan dukungan dan kemenangan dari kelompoknnya, Tommy bisa mendapat
pengampunan dan bebas. Mungkin juga bisa lulus, seperti Xanana Gusmao, AM
Fatwa dan alumnus Cipinang lain yang sukses menjadi tokoh nasional. Tentu
menunggu jika ada wulak-walike zaman dan perputaran sejarah. Ketika Orde
Baru berjaya, Mega pun dikuya-kuya dan sekarang berbalik. Apakah Tommy dan
keluarga Cendana akan membalikkan sejarah lagi? Mari kita tunggu.(A
Adib-64j)