[Nasional-m] Jangan Remehkan Imunisasi Polio

Ambon nasional-m@polarhome.com
Mon Sep 23 00:00:36 2002


Suara Merdeka
Senin, 23 September 2002 Ragam

Pekan Imunisasi Nasional
Jangan Remehkan Imunisasi Polio

POLIOMYELITIS yang lebih dikenal dengan sebutan polio, suatu penyakit virus
yang menyebabkan gejala sakit seperti flu ringan pada beberapa orang. Namun
dapat juga menimbulkan gejala lain seperti kerusakan saraf dan kelumpuhan.
Sebuah vaksinasi untuk mencegah terserang polio telah diciptakan (ditemukan)
pada tahun 1950-an dan sejak itulah infeksi penyakit ini telah lenyap di
Amerika Serikat dan sebagian besar negara Eropa.
Virus polio berkembang biak di dalam sistem pencernaan dan turut beredar
dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Sementara penyebaran ke orang lain
melalui kotoran manusia (berak) yang terinfeksi virus tersebut atau melalui
partikel udara.
Menjadi Rusak
Apa yang terjadi pada tubuh, jika terinfeksi virus tersebut? Pada waktu
terjadi serangan virus polio, sel-sel saraf pada sistem tulang belakang yang
terserang menjadi rusak dan hancur. Saraf ini bertugas meneruskan getaran ke
otot tubuh dan membuat anggota tubuh yang dimaksud bergerak. Sehingga bila
tidak berfungsinya sel-sel saraf tersebut, maka tubuh tidak bisa bergerak.
Dalam kasus yang ringan gejala klinis yang timbul jika terinfeksi virus
polio bisa didapatkan tanpa gejala sama sekali, atau bila ada gejala berupa
demam, rasa sakit pada otot (nyeri otot), sakit tenggorokan serta mual dan
muntah. Tetapi dalam beberapa kasus polio yang menimbulkan kerusakan pada
sel saraf, gejalanya berupa demam tinggi, sakit kepala berat, muntah,
kekakuan pada leher dan tulang belakang, kelumpuhan, kesulitan bernafas
termasuk nafas yang tersengal-sengal.
Penyebab dan Risiko
Polio disebabkan oleh polio virus. Pada negara-negara yang masyarakatnya
tidak secara rutin melakukan vaksinasi terhadap penyakit ini, polio dapat
tersebar melalui kotoran manusia yang terinfeksi dan melalui udara.
Mayoritas kasusnya ada di India, Asia dan Afrika. Meski demikian polio dapat
dihindari dengan imunisasi polio.
Sekali seseorang divaksinasi, maka tidak memerlukan imunisasi ulang karena
virus telah mati pada vaksin awal tersebut. Sedangkan vaksinasi rutin tidak
dianjurkan pada orang yang berusia di atas 18 tahun.
Bagaimana infeksi ini terdiagnosa? Polio dapat dijadikan dugaan awal pada
seorang anak yang mengalami kelumpuhan pada satu sisi tubuhnya yang muncul
setelah terjadi semacam serangan influenza dalam jangka waktu pendek.
Untuk mendiagnosa penyakit ini dilakukan sedotan pada tulang belakang untuk
mendapatkan contoh cairan cerebrospinal. Kemudian dibiakkan di laboratorium
guna melihat apakah didapatkan virus polio.
Efek jangka panjang dari infeksi polio bisa terjadi kematian, kelumpuhan dan
sindroma post polio. Sementara risiko yang timbul pada orang lain yang sehat
adalah sangat berbahaya. Karena polio penyakit yang mudah menular. Virus
dapat beredar atau menyebar dari benda terinfeksi yang dipakai penderita ke
mulut orang sehat. Biasanya dari tangan yang terkontaminasi atau alat-alat
makan.
Pengobatan
Seseorang yang terinfeksi virus polio dengan gejala ringan biasanya dapat
membaik setelah beberapa hari istirahat di tempat tidur dengan diobati
antibiotik. Penderita yang memiliki kasus kerusakan pada sel-sel saraf
memerlukan pengobatan lebih lanjut. Seperti ketika terjadi spasme otot dan
sakit yang muncul dapat diobati dengan obat-batan dan pemanasan.
Kadang-kadang saraf-saraf dan otot yang mengatur pembuangan kotoran juga
terserang, untuk ini dilakukan pemasangan kateter guna membantu mengeluarkan
urin. Sementara ventilator atau mesin pembantu pernafasan diperlukan jika
saraf dan otot pernafasan rusak.
Pada kasus penderita yang mengalami kelumpuhan, terapi fisik dapat membantu
mencegah terjadinya kerusakan otot ketika virus penyakit ini aktif. Sekali
virus polio tidak aktif lagi, maka terapi fisik dapat membantu
mempertahankan fungsi otot.
Namun efek samping dari pengobatan antibiotik dapat menimbulkan sakit perut
atau reaksi alergi, sedangkan pengobatan untuk membantu pernafasan dan
pembuangan urin dapat menyebabkan infeksi baru.
Yang penting setelah virus polio diobati, penderita tetap membutuhkan terapi
fisik agar tetap memperoleh kekuatan dan mobilitas gerak tubuh.(Ita-35)