[Nasional-m] Nyanyian Moralitas para Politikus

Ambon nasional-m@polarhome.com
Sun Sep 15 23:36:01 2002


This is a multi-part message in MIME format.

------=_NextPart_000_0028_01C25D0C.F53CFA00
Content-Type: multipart/alternative;
	boundary="----=_NextPart_001_0029_01C25D0C.F53CFA00"


------=_NextPart_001_0029_01C25D0C.F53CFA00
Content-Type: text/plain;
	charset="Windows-1252"
Content-Transfer-Encoding: quoted-printable

Senin, 16 September 2002


Nyanyian Moralitas para Politikus

MORALITAS kini menjadi nyanyian gemuruh para politikus yang berada di =
Dewan Perwakilan Rakyat dan para petinggi partai politik serta para =
pengamat. Akbar Tandjung yang masih menjabat Ketua DPR, walaupun telah =
divonis tiga tahun penjara oleh pengadilan negeri, terus dikejar-kejar =
oleh alasan moralitas agar mengundurkan diri.
Tetapi, nyanyian moralitas yang seharusnya merdu dan menusuk kalbu, =
lama-kelamaan menyakitkan telinga. Karena, penyanyinya justru menderita =
sindrom moralitas, baik atas nama individu maupun lembaga. Moralitas =
kehilangan seluruh kemurnian dan keluhuran ketika dinyanyikan oleh =
orang-orang hipokrit.

Hukum, moralitas, dan politik telah menjalin perselingkuhan yang =
menjijikkan. Ketika atas nama politik mereka terjerat, mereka =
meneriakkan slogan hukum. Ketika atas nama hukum mereka terjepit, mereka =
mengibarkan bendera moralitas setinggi langit. Ketika atas nama =
moralitas mereka tersandung, mereka tidak malu-malu memamerkan =
kepura-puraan.

Hampir seluruh sendi normatif telah diobrak-abrik oleh kalangan elite =
yang kita pilih dan dukung. Kita diombang-ambingkan oleh retorika dan =
pragmatisme sempit kalangan politikus itu.

Dari waktu ke waktu publik disiksa oleh berbagai wacana yang tidak =
mendidik. Wacana-wacana itu sengaja dilempar agar dicuri demi =
kepentingan kelompok dan individu. Karena, tidak ada norma yang bisa =
memiliki paksaan di negeri kita.

Hukum yang terlalu lama berhamba pada kekuasaan dan uang telah menjadi =
wilayah yang amat korup. Politik yang terlalu lama menjadi panglima =
ingin mempertahankan kerakusannya. Sedangkan moralitas selalu menjadi =
argumen cadangan.

Pendidikan macam apakah yang kita dapat dari lembaga yang bernama DPR =
dan partai politik? Lembaga yang seharusnya mengibarkan keunggulan, =
tetapi menjadi amat bobrok karena dipenuhi manusia-manusia kerdil?.

Politik dan hukum tidak pernah menciptakan kultur otonomi. Tidak =
mengherankan kalau di era seperti ini kita menjadi bangsa yang baru =
belajar tentang segala hal. Padahal kemerdekaan sudah diperoleh lebih =
dari setengah abad.

Hal yang paling merosot di kalangan elite adalah etika. Para pejabat =
yang berada dalam level yang sama berkomentar, mencela, memuji =
sejawatnya secara tidak proporsional. Tidak ada lagi trust antarlembaga =
maupun individu.

Agar kita tidak terus-menerus diombang-ambingkan oleh ambiguitas norma =
para elite, harus ada polisi yang ditakuti bersama, betapapun buruknya =
polisi itu. Polisi tersebut adalah hukum. Tidak bisa lain.

Dalam kasus Akbar Tandjung, misalnya. Tidak ada pilihan lain kecuali =
menghormati alur dan otonomi berpikir hukum. Hanya dengan demikian =
sebuah kasus bisa berakhir.

Mengapa jalan pikiran hukum? Karena moralitas dinyanyikan oleh =
orang-orang yang belum tentu bermoral. Anggota DPR dari berbagai fraksi =
sekarang sibuk mengumpulkan tanda tangan untuk mendongkel Akbar. Amien =
Rais yang Ketua MPR menetapkan target 150 suara sebagai batas toleransi =
minimum. Ini adalah kebisingan politik atas nama moralitas.

Berilah hukum hak dan kesempatan menjadi panglima, betapapun jeleknya =
hukum kita. Berilah Akbar hak dan kesempatan untuk menentukan pilihan =
mundur atau bertahan. Ketika kita beralih dari bahasa dan logika hukum =
untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, seluruh norma kehidupan akan =
hancur


------=_NextPart_001_0029_01C25D0C.F53CFA00
Content-Type: text/html;
	charset="Windows-1252"
Content-Transfer-Encoding: quoted-printable

<!DOCTYPE HTML PUBLIC "-//W3C//DTD HTML 4.0 Transitional//EN">
<HTML><HEAD>
<META http-equiv=3DContent-Type content=3D"text/html; =
charset=3Dwindows-1252">
<META content=3D"MSHTML 6.00.2600.0" name=3DGENERATOR>
<STYLE></STYLE>
</HEAD>
<BODY bgColor=3D#ffffff>
<DIV><FONT size=3D2><FONT size=3D3><SPAN class=3DTanggal>Senin, 16 =
September=20
2002<BR></SPAN></FONT></FONT></DIV>
<DIV><FONT size=3D2><FONT size=3D3><SPAN class=3DTanggal><IMG height=3D4 =

src=3D"http://www.mediaindo.co.id/images/bening.gif" width=3D1=20
border=3D0></SPAN><BR><SPAN class=3DJudul>Nyanyian Moralitas para=20
Politikus</SPAN><BR><IMG height=3D16=20
src=3D"http://www.mediaindo.co.id/images/bening.gif" width=3D1=20
border=3D0><BR></FONT>MORALITAS kini menjadi nyanyian gemuruh para =
politikus yang=20
berada di Dewan Perwakilan Rakyat dan para petinggi partai politik serta =
para=20
pengamat. Akbar Tandjung yang masih menjabat Ketua DPR, walaupun telah =
divonis=20
tiga tahun penjara oleh pengadilan negeri, terus dikejar-kejar oleh =
alasan=20
moralitas agar mengundurkan diri.</DIV><!--AD-->
<P>Tetapi, nyanyian moralitas yang seharusnya merdu dan menusuk kalbu,=20
lama-kelamaan menyakitkan telinga. Karena, penyanyinya justru menderita =
sindrom=20
moralitas, baik atas nama individu maupun lembaga. Moralitas kehilangan =
seluruh=20
kemurnian dan keluhuran ketika dinyanyikan oleh orang-orang =
hipokrit.</P>
<P>Hukum, moralitas, dan politik telah menjalin perselingkuhan yang =
menjijikkan.=20
Ketika atas nama politik mereka terjerat, mereka meneriakkan slogan =
hukum.=20
Ketika atas nama hukum mereka terjepit, mereka mengibarkan bendera =
moralitas=20
setinggi langit. Ketika atas nama moralitas mereka tersandung, mereka =
tidak=20
malu-malu memamerkan kepura-puraan.</P>
<P>Hampir seluruh sendi normatif telah diobrak-abrik oleh kalangan elite =
yang=20
kita pilih dan dukung. Kita diombang-ambingkan oleh retorika dan =
pragmatisme=20
sempit kalangan politikus itu.</P>
<P>Dari waktu ke waktu publik disiksa oleh berbagai wacana yang tidak =
mendidik.=20
Wacana-wacana itu sengaja dilempar agar dicuri demi kepentingan kelompok =
dan=20
individu. Karena, tidak ada norma yang bisa memiliki paksaan di negeri =
kita.</P><!--SECTION NAV-->
<P>Hukum yang terlalu lama berhamba pada kekuasaan dan uang telah =
menjadi=20
wilayah yang amat korup. Politik yang terlalu lama menjadi panglima =
ingin=20
mempertahankan kerakusannya. Sedangkan moralitas selalu menjadi argumen=20
cadangan.</P>
<P>Pendidikan macam apakah yang kita dapat dari lembaga yang bernama DPR =
dan=20
partai politik? Lembaga yang seharusnya mengibarkan keunggulan, tetapi =
menjadi=20
amat bobrok karena dipenuhi manusia-manusia kerdil?.</P>
<P>Politik dan hukum tidak pernah menciptakan kultur otonomi. Tidak =
mengherankan=20
kalau di era seperti ini kita menjadi bangsa yang baru belajar tentang =
segala=20
hal. Padahal kemerdekaan sudah diperoleh lebih dari setengah abad.</P>
<P>Hal yang paling merosot di kalangan elite adalah etika. Para pejabat =
yang=20
berada dalam level yang sama berkomentar, mencela, memuji sejawatnya =
secara=20
tidak proporsional. Tidak ada lagi <I>trust</I> antarlembaga maupun=20
individu.</P>
<P>Agar kita tidak terus-menerus diombang-ambingkan oleh ambiguitas =
norma para=20
elite, harus ada polisi yang ditakuti bersama, betapapun buruknya polisi =
itu.=20
Polisi tersebut adalah hukum. Tidak bisa lain.</P>
<P>Dalam kasus Akbar Tandjung, misalnya. Tidak ada pilihan lain kecuali=20
menghormati alur dan otonomi berpikir hukum. Hanya dengan demikian =
sebuah kasus=20
bisa berakhir.</P>
<P>Mengapa jalan pikiran hukum? Karena moralitas dinyanyikan oleh =
orang-orang=20
yang belum tentu bermoral. Anggota DPR dari berbagai fraksi sekarang =
sibuk=20
mengumpulkan tanda tangan untuk mendongkel Akbar. Amien Rais yang Ketua =
MPR=20
menetapkan target 150 suara sebagai batas toleransi minimum. Ini adalah=20
kebisingan politik atas nama moralitas.</P>
<P>Berilah hukum hak dan kesempatan menjadi panglima, betapapun jeleknya =
hukum=20
kita. Berilah Akbar hak dan kesempatan untuk menentukan pilihan mundur =
atau=20
bertahan. Ketika kita beralih dari bahasa dan logika hukum untuk =
menegakkan=20
keadilan dan kebenaran, seluruh norma kehidupan akan=20
hancur</P></FONT></BODY></HTML>

------=_NextPart_001_0029_01C25D0C.F53CFA00--

------=_NextPart_000_0028_01C25D0C.F53CFA00
Content-Type: image/gif;
	name="bening.gif"
Content-Transfer-Encoding: base64
Content-Location: http://www.mediaindo.co.id/images/bening.gif

R0lGODlhAQABAJECAAAAMwAAAP///wAAACH5BAEAAAIALAAAAAABAAEAAAICVAEAOw==

------=_NextPart_000_0028_01C25D0C.F53CFA00--