[Nasional-m] Janji Investasi Agrobisnis

Ambon nasional-m@polarhome.com
Mon Sep 2 08:49:51 2002


Jawa Pos
Senin, 02 Sept 2002

Janji Investasi Agrobisnis

Masyarakat kini semakin sering dihadapkan pada berbagai pilihan investasi.
Tidak hanya di perbankan, pasar modal, ataupun properti, kini investasi juga
merambah sektor agrobisnis. Tapi, amankah investasi di sektor itu? Berikut
analisis pakar ekonomi pertanian Dr Bustanul Arifin.

Ketika sejumlah media massa di tanah air mengangkat kasus kisruh manajemen
PT QSAR (Qurnia Subur Alam Raya) sebagai headline berhari-hari, pekerjaan
rumah yang tersisa bagi pemulihan ekonomi Indonesia semakin kompleks. Fokus
pembahasan telah jauh bergeser.

Tidak hanya tertangkapnya Presdir QSAR Ramli Araby dan segenap jajaran
manajemen PT QSAR, serta tingkah polah investor yang geram dengan menguasai
aset-aset perusahaan. Kini, fokus pembahasan dan diskusi publik bergeser ke
suatu pokok permasalahan yang amat krusial.

Apa itu? Yakni, bagaimana prospek investasi agrobisnis dan pembangunan
pertanian atau basis sumber daya alam lain dalam menopang langkah pemulihan
ekonomi yang masih tertatih-tatih. Artikel ini mencoba menjawab pertanyaan
penting tadi dan beberapa anak masalah yang berkaitan langsung dan tidak
langsung dengan prospek investasi tersebut.

Sebenarnya, dengan atau tanpa adanya kasus PT QSAR, agrobisinis adalah suatu
kegiatan ekonomi yang amat prospektif. Tingkat perolehan penerimaan ekonomi
cukup besar walaupun masih diselimuti risiko usaha yang tidak kecil. Dalam
terminologi ilmiah, agrobisnis (agribusiness) adalah suatu sistem besar yang
terdiri atas serangkaian subsistem usaha berbasis pertanian dan basis sumber
daya lain. Mulai subsistem hulu-bahan baku poduksi, subsistem
tengah-aktivitas usaha tani (on-farm) dan luar usaha tani yang relevan
(off-farm).

Juga subsistem hilir-penanganan pascapanen, pengolahan menjadi bentuk yang
bernilai tambah tinggi, subsistem pemasaran dengan segala perangkatnya
(pemilahan, sortasi, grading, pengemasan, dan pengepakan), sampai pada
subsistem penunjang. Misalnya, permodalan, perkreditan, transportasi, dan
intervensi kebijakan.

Masyarakat awam umumnya mengenal konsep agrobisnis hanya dari satu
subsistem. Yaitu, proses produksi komoditas pertanian secara umum (on-farm)
baik dengan cara budidaya maupun dengan ekstraksi dari alam, penangkapan,
pemanenan, dan lain-lain. Agrobisnis yang sebenarnya bermakna amat holistik
dan komprehensif tersebut di atas lebih sering hanya dianggap sebagai
kegiatan bercocok tanam komoditas pangan, perkebunan, peternakan, perikanan,
dan lain-lain.

Para ekonom pertanian, peneliti, pelaku, dan pejuang agrobisnis seharusnya
tidak terlalu resah terhadap persepsi masyarakat seperti itu. Justru, ini
bisa dijadikan acuan penting dalam merumuskan dan mengembangkan agenda
kerjanya agar terfokus. Berbisnis di sektor pertanian dan basis sumber daya
alam lainnya memang penuh risiko dan ketidakpastian. Kendala eksternal
seperti iklim, cuaca, fluktuasi harga di pasar internasional dan nasional,
penguasaan informasi harga, karakter komoditas, serta tingkah laku pasar
merupakan faktor serius dari tingkat risiko agrobisnis yang perlu
diperhatikan para pelaku.

Kendala internal penguasaan manajemen usaha tani, tingkat pengetahuan,
aplikasi teknologi produksi dan penanggulangan kesuburan lahan, serta
pengelolaan lingkungan hidup juga merupakan faktor-faktor kunci yang
mempengaruhi secara langsung tingkat produksi komoditas agrobisnis. Dari
berbagai faktor eksternal dan internal itulah, beberapa penelitian ilmiah
menunjukkan bahwa tingkat keuntungan usaha tani agrobisnis (on-farm) cukup
tipis, hanya berkisar 7-15 persen per siklus produksi atau bahkan per tahun.

Tingkat keuntungan di atas 20 persen hanya dapat dicapai apabila risiko
usaha dapat dikendalikan dan faktor-faktor di atas tidak terlalu ganas
mempengaruhi proses produksi. Ukuran ekonomi yang umum digunakan untuk
menggambarkan kinerja sektor dan komoditas agrobisnis adalah rasio R/C
(revenue and cost ratio) yang menunjukkan perbandingan antara penerimaan dan
biaya usaha tani. Ukuran lain yang juga umum digunakan adalah rasio B/C
(benefit and cost ratio) yang merupakan perbandingan tingkat keuntungan
dengan biaya usaha tani.

Angka rasio R/C 1,5 dan rasio B/C 1,25 sering digunakan sebagai patokan
kinerja atau prospek suatu usaha tani yang memberikan penerimaan ekonomis
yang memadai. (*)