[Nasional-m] Islam garis keras di Indonesia yang dipimpin WNI keturunan Arab

nasional-m@polarhome.com nasional-m@polarhome.com
Sat, 12 Oct 2002 01:47:34 +0200


JAKARTA - Organisasi besar Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah harus menanggapi dengan serius munculnya gerakan
Islam garis keras di Indonesia yang dipimpin warga negara Indonesia
(WNI) keturunan Arab, dengan merumuskan program alternatif. Sebab,
gerakan radikal yang mereka pimpin itu adalah upaya untuk mencari Islam
yang otentik di Indonesia.

Hal itu dikatakan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta, Azyumardi
Azra dalam seminar bertajuk "Arab dan Islam di Indonesia Dewasa Ini"
yang diselenggarakan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, di Jakarta,
Rabu (9/10).

Tampil juga sebagai pembicara dalam seminar tersebut adalah peneliti
senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Riza Sihbudi.
Azyumardi mengidentifikasikan beberapa kelompok Islam radikal di
Indonesia yang dipimpin WNI keturunan Arab.

http://eur.news1.yimg.com/eur.yimg.com/xp/ap/20020924/1574196441.jpg

http://eur.news1.yimg.com/eur.yimg.com/xp/ap/20020924/3993442510.jpg

Dia mencontohkan Laskar Jihad dipimpin Ja'far Umar Thalib, Front
Pembela Islam (FPI) dipimpin Habib Rizieq Shihab, Majelis Mujahidin
Indonesia dipimpin Abu Bakar Baasir, dan Jamaah Ikhwan al-Muslimin
Indonesia dipimpin Habib Husein al Habshi.

"Mengamati pemahaman Islam, wacana dan praksis yang mereka
kembangkan, maka secara singkat kelompok-kelompok ini dapat
dikategorisasikan sebagai kelompok "salafi radikal" yang berorientasi
kepada penegakan dan pengamalan Islam yang murni, Islam otentik yang
dipraktikkan Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Mereka disebut salafi radikal karena cenderung menempuh pendekatan
dan cara-cara keras untuk mencapai tujuan, dari pada dengan
pendekatan dan cara damai dan persuasif," kata Azyumardi.

Cita-cita perjuangan seperti itu, lanjutnya, bisa dipahami karena
secara sosiologis dan historis WNI keturunan Arab di Indonesia
beranggapan bahwa mereka memiliki tugas untuk memurnikan Islam di
Indonesia. Pasalnya, Islam di Indonesia mereka lihat sebagai Islam
yang tidak murni, Islam yang bercampur baur dengan kepercayaan asli.

Kendati demikian, imbuhnya, sebetulnya Islam di Arab sendiri juga
tidak lebih baik dari Islam di negara lain, termasuk di Indonesia.
Sebab, praktik Islam yang tidak murni dan tidak otentik juga terdapat
di Timur Tengah. "Penyimpangan terhadap norma-norma Islam juga dapat
ditemukan di mana-mana di Timur Tengah," tegasnya.

Payahnya, pencarian Islam otentik seperti yang dipimpin WNI keturunan
Arab itu menjadi alternatif yang menarik bagi warga Islam pribumi.
Karena itu, NU dan Muhammadiyah harus merumuskan pemikiran dan
mencari program alternatif untuk itu.

Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Achmad Syafii Maarif dalam
sambutan pembukaannya menegaskan, gerakan Islam di Indonesia yang
dipimpin WNI keturunan Arab harus dilihat secara tajam. Sebab, orang
yang mengaku keturunan Arab belum tentu mengetahui Islam dengan baik.
Menurutnya, Tauhid mengajarkan semua orang sama di hadapan Allah,
tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada juga yang lebih rendah.
"Islam itu egaliter," ujarnya.

Sedangkan Riza Sihbudi mengemukakan, WNI keturunan Arab di Indonesia
tidak terlepas dari klan atau hubungan kekekeluargaan di Arab. Karena
itu, konflik antarklan di Arab juga diikuti oleh WNI keturunan Arab
di Indonesia. (AD/Y-3)