[Nasional-A] Siapakah Yang Berjuang Membangun Sistem Pemerintahan Demokratis di Indonesia Saat Ini?

admin nasional-a@polarhome.com
Thu Jul 25 02:37:29 2002


Datum: Thu, 25 Jul 2002 02:15:49 +0200
Von:  admin <bhineka@brd.de>
An: national@mail2.factsoft.de, cari@yahoogroups.com,
yina@netvigator.com, indonews@listserv.gmd.de
---------------------------------------------------------------

Siapakah Yang Berjuang Membangun Sistem Pemerintahan Demokratis di
                          Indonesia Saat Ini ?

Ketika mobil berhenti di lampu merah, mataku melihat berita dengan judul
menyolok di halaman muka harian Suara Pembaruan yang dijajakan oleh
penjual koran. Judul berita tersebut berbunyi : “SATU TAHUN MEMERINTAH,
MEGA TAK MEMBANGUN SISTEM”. Untung masih sempat aku membeli harian
tersebut sebelum lampu hijau menyala. Marilah kita lihat apa
alasan-alasan yang dipergunakansehingga sampai kepada kesimpulan
tersebut diatas.

“Pemerintah Megawati Sukarnoputri yang berusia satu tahun Selasa (23/7)
ini, belum menunjukkan kebijakan yang mengarah pada pembangunan sistem.
Justru sebaliknya, terkesan lebih menikmati ketokohan dirinya, baik
dalam kapasitas dirinya sebagai presiden maupun sebagai Ketua Umum
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), partai yang berkuasa saat
ini. Demikianlah penilaian Deputi Direktur bidang Penelitian pada
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial
(LP3ES), E. Shobirin Nadj dalam diskusi terbatas dengan redaksi
Pembaruan di Jakarta, Senin (22/7).....

Pada masa transisi ini, kita justru membutuhkan seorang pemimpin yang
tegas dan punya fokus orientasi pada pembangunan sistem pascakrisis
multidimensi.

.... Megawati yang seharusnya menjadi motor reformasi, samasekali tidak
membangun sistem atau memberi arah. Megawati malah larut dalam pola
politik Orde Baru dan tidak jelas platform sistem politik yang
dianutnya..........

Megawati dinilai tampak tidak aspiratif terhadap konstituennya. Hal ini
nyata terlihat ketika PDI-P menyatakan abstain atas rencana pembentukan
Pansus Bulog di DPR dan dukungan terhadap Sutiyoso sebagai calon Gubenur
DKI Jakarta. .............. .

Motivasi Megawati adalah bagaimana melanggengkan kekuasaan, dengan
konsekuensi meninggalkan konstituennya. Dengan gaya kepemimpinan seperti
itu, Megawati sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pendahulunya, yakni
Soeharto saat memimpin Indonesia selama 32 tahun. ......

Konflik yang terjadi dilingkungan pemerintahan dan PDI-P, sengaja
dipelihara oleh Megawati sebagai suatu upaya melanggengkan kekuasaan.
...antara lain, konflik antara Kwik Kian Gie dan Dorodjatun
Kuntjoro-Jakti ditubuh kabinet dan munculnya sejumlah faksi ditubuh
PDI-P seperti faksi Arifin Panigoro, Soetjipto dan Haryanto Taslam.
Sampai sekarang, Megawati tidak pernah menyelesaikan konflik itu dan
memang disengaja. Dengan begitu tingkat ketergantungan semua fihak pada
Megawati semakin tinggi. ... Tepatnya, Megawati sengaja membiarkan
konflik itu tanpa harus memihak kesalah satu kekuatan.” (Suara
Pembaruan, Selasa 23 Juli 2002).

Marilah kita lihat masalah-masalah yang dikemukakan oleh yang menamakan
dirinya “profesional”, “para ahli”, “pengamat politik” ini satu persatu.

  1. Benarkah Megawati samasekali tidak membangun sistem, malah larut
     dalam pola politik orde baru ?

Untuk mengetahui apakah benar Megawati dan PDI Perjuangan tidak
membangun sistem, baiklah kukutip apa yang disampaikan oleh Ketua Umum
PDI Perjuangan dalam pembukaan Rakernas ke IV di Bali baru-baru ini.

“Dalam kesempatan ini, ijinkanlah saya menyampaikan kembali sebagai
bentuk penegasan saya sebagai Ketua Umum Partai mengenai masalah
penegakkan keadilan dan wibawa hukum. Mengapa saat ini saya berkeinginan
untuk hukum dapat ditegakkan tanpa campur tangan kepentingan politik,
karena saya berkeyakinan bahwa penegakkan hukum harus mulai kita lakukan
pada saat ini tanpa campur tangan kepentingan politik. Sebagai negara
berdasarkan hukum (Rechstaat) dan bukan berdasarkan kekuasaan
(Machstaat), kita harus mengembangkan budaya hukum disemua lapisan
masyarakat untuk terciptanya kesedaran dan kepatuhan hukum dalam
kerangka supremasi hukum. Mungkin pilihan saya ini tidak populer saat
ini di hati masyarakat, tetapi saya berkeyakinan bahwa harus ada
pemimpin yang berani untuk menegakkan hukum dan keadilan tanpa adanya
intervensi kekuasaan. Dalam jangka panjang, saya meyakini bahwa pilihan
saya ini akan dapat turut membantu didalam kita menciptakan “system
building” di bidang hukum yang bertujuan untuk menegakkan keadilan dan
penegakkan hukum. Namun saya juga tidak menutup mata bahwa pada saat ini
masih banyak aparat penegak hukum yang tidak dapat jadi pengadil yang
adil seperti yang selalu diharapkan dapat memberikan rasa keadilan pada
masyarakat. Hal ini menjadi tantangan kitasemua, marilah kita perbaiki
sistem hukum kita dan kita awasi dengan sungguh-sungguh perilaku penegak
hukum.”

Dengan sikap tidak menginginkan kekuasaan Eksekutif maupun Legislatif
mencampuri kekuasaan Hukum, maka tampak jelas bahwa tidaklah benar
tuduhan bahwa Megawati dan PDI_Perjuangan selama satu tahun ini tidak
berusaha membangun sistem. Justru Megawati dan PDI Perjuanganlah yang
memulai usaha pembangunan sistem yang sudah amburadul sejak orde baru,
maupun masa pemerintahan presiden Habibie danpresiden Abdurrahman Wahid.
Walaupun sikap ini tidak populer dikalangan masyarakat atau bahkan telah
menimbulkan perbedaan pendapat di dalam tubuh PDI Perjuangan sendiri.
Itu pulalah sebabnya Megawati dan DPP PDI Perjuangan tidak menginginkan
adanya campur tangan DPR dalam kasus hukum dengan membentuk Pansus
Buloggate II. Keputusan tepat dengan visi yang jelas demi penegakkan
sistem hukum tanpa campur tangan kekuasaan ini, justru dipergunakan oleh
kekuatan status-quo untuk menghasut masyarakat dengan mempegaruhi
pendapat umum seolah-olah PDI Perjuangan telah bersekongkol dengan kaum
status-quo, dan berusaha memecah PDI Perjuangan secara diam-diam dengan
mendorong terjadinya perpecahan di dalam PDI Perjuangan. Benarkan
motivasi Megawati untuk melanggengkan kekuasaannya dan tidak berbeda
dengan pendahulunya Soeharto ?

Kukira tidaklah sulit melihat bahwa Megawati dan PDI Perjuangan
mempunyai sikap tegas demi penegakkan sistem dan bukannya demi
melanggengkan kekuasaan. Bila untuk melanggengkan kekuasaan, tentu lebih
baik membiarkan badan-badan eksekutif maupun legislatif mencampuri
kekuasaan aparat penegak hukum dengan pembentukkan Pansus Buloggate II,
sehingga selain dapat meningkatkan popularitas dikalangan masyarakat
awam, serta dapat mengurangi pergesekan pendapat di dalam Partai, juga
dapat memojokkan kekuatan status-quo. Tetapi jalan yang menguntungkan
untuk mendapat popularitas ini tidak dilakukan, karena cara ini
bertentangan dengan visi penegakkan sistem hukum yang bebas dari campur
tangan kekuasaan.

  2. Benarkah konflik yang terjadi dikalangan pemerintahan maupun di
     dalam PDI Perjuangan sengaja dipelihara oleh Megawati untuk
     melanggengkan kekuasaannya, sehingga tidak pernah diselessaikan
     secara tuntas ?

Marilah kita lihat contoh pertentangan antara Kwik KianGie dengan
Dorodjatun mengenai perpanjangan PKPS. Melihat adanya pertentangan
pendapat dikalangan menteri-menterinya, Megawati dalam sidang kabinet
pertengahan Februari 2002 langsung membentuk Tim Kecil yang terdiri dari
Presiden, Wakil Presiden dan ketiga Menko untuk melakukan evaluasi
kembali terhadap kebijakan KKSK yang menghebohkan itu. Karena pendapat
Kwik Kian Gie memang benar, maka Presiden mengusulkan kepada Tim Kecil
untuk mencabut keputusan KKSK yang memperpanjang pengembalian hutang
obligor menjadi 10 tahun itu, karena keputusan perpanjangan tersebut
memang berpotensi merugikan negara. Bukankah ini menunjukkan bahwa
Megawati berani mengambil keputusan yang tepat meskipun keputusan
tersebut merupakan tamparan kepada Menko Perekonomian kabinet
Gotongroyong yang ia pimpin sendiri.

Di dalam suatu partai akan selalu ada faksi akibat perbedaan persepsi
dalam memahami berbagai politik partai. Ini disadari sepenuhnya oleh
Megawati maupun DPP PDI Perjuangan. Untuk itulah maka dilakukan
konsolidasi organisasi, pendidikan kader partai dan berbagai
sidang-sidang dewan pimpinan dari pusat sampai ke anak cabang. Bahkan
Rakernas ke IV di Bali kali ini bertemakan “Menyatukan Gerak Langkah
Partai Menghadapi Sidang Tahunan dan Pemilu 2004” nyata-nyata adalah
suatu usaha untuk menyelesaikan berbagai perbedaan yang ada, agar dapat
menyatukan langkah partai dalam menghadapi sidang tahunan MPR 2002
maupun Pemilu 2004 yang akan datang. Aku kira tidak perlu menjadi
“pakar” politik untuk mengetahui bahwa semua usaha tersebut diatas
bertujuan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat alias konflik di dalam
Partai, bukannya untuk memelihara konflik. Masih adanya perbedaan
pendapat di dalam partai hingga saat ini, bukanlah karena Megawati ingin
memelihara konflik, melainkan memang demikianlah dinamika yang ada di
dalam PDI Perjuangan. Perbedaan pendapat ini adalah juga manifestasi
adanya demokrasi di dalam Partai, juga adalah manifestasi tidak adanya
pemaksaan pendapat secara otoriter di dalam partai. Bukankah ini
berseberangan dengan apa yang berlaku di dalam Golkar, dimasa Suhartolah
yang menjadi penentu akhir dari setiap sikap politik Golkar ?

Terakhir aku berharap agar kita lebih berhati-hati membaca berita maupun
analisa para “pakar politik” yang naif maupun yang dengan sengaja
memutarbalikkan kenyataan.Sudah seharusnya kita barisan
reformasimenyatukan pikiran kita dalam masalah ini agar tidak sampai
terseret secara tidak disadari menjadi sekutu sukarela kekuatan
status-quo dalam menghancurkan kekuatan reformasi.

Jakarta, 24 Juli 2002

A.Burhan

Catatan:

Tulisan tersebut di atas dimuat dalam Website PDI Perjuangan Korwil
Negeri Belanda

(http://www.pdip-nl.org) di ruang “Berita PDI Perjuangan”.

Editorial Juli 2002 memuat tulisan M.D.Kartaprawira “Sekitar Masalah
Reformasi Konstitusi di Indonesia”. Selamat berkunjung ke website,terima
kasih.