[Nusantara] MARILAH BERFIKIR LEBIH JAUH LAGI MENGACU PENGALAMAN SEJARAH

reijkman reijkman@excite.com
Wed Nov 13 11:36:06 2002



--EXCITEBOUNDARY_000__2cc9ba4366e4fc9c8c9be544fe4c44e0
Content-Type: text/plain; charset="us-ascii"
Content-Transfer-Encoding: 7bit

 MARILAH BERFIKIR  LEBIH  JAUH LAGI MENGACU PENGALAMAN SEJARAHSeorang pembaca setia kami, sebut saja sdr  GARDA MANDIRI , mengajak kami agar tidak terjebak pada perang urat syaraf  dalam  medan pertarungan informasi dan disinformasi dewasa ini.  Dia mengajak  untuk tetap menggunakan logika kritisdan selalu  melakukan cek dan recek atas segalanya, apakah  masingmasing sanggup dan mampu melakukan itu soal lain. Ini untuk menghindari agar orang menyisihkan kepentingan kelompok dan golongannya, khususnya jika kita  bicara soal terrorisme dan kontra terrorisme, sebab semua terrorisme siapapun yang melakukan itu musuh kemanusiaan nomor wahid.  Beberapa bulan lalu,  pembaca kami itu pernah mempersoalkan tulisan teoretis diruang ini mengenai “kompromi strategis” ataukah “kapitulasi” , mengacu pada pengalaman empiris menjelang Perang Dunia Kedua. Konsep Georgy Dimitrov dari Bulgaria tentang mendahulukan musuh yang paling berbahaya, dalam front persatuan demokratis kekuatan kapitalis !
 sosialis/komunis menghantam fasisme ternyata dibenarkan pada akhir Perang Dunia kedua, dengan membuahkan kekalahan di pihak fasisme. Sekutu (Amerika, Rusia, Inggris, Perancis dan Cina) menang mengalahlan fasisme dengan 3 porosnnya, yakni  Jerman Hitler, Italia Musolini dan Jepang yang  siap berkamikaze . Pembaca tertentu mengingatkan pengalaman WTC dengan model bunuh diri ala kamikaze dan jihadnya Mohammad Atta dkk yang mengerikan itu dipandang dan menandai kebangkitan neo fasisme yang melumpuhkan akal sehat. Karena itu penulis lain mensinyalir keraguan atau ketidakjelasan pola strategis kepemimpinan Megawati Sukarnoputri dalam penyusunan politik front persatuan nasional karena khawatir membuka hakekat fenomena dan arah perkembangan baru gerakan milintan neo fasis ala kamikaze yang kian frustrasi dan nekad dengan praktek terrorismenya.  Mungkin dalam waktu tak lama lagi, segalanya akan segera terungkap jelas di depan sejarah. Perkembangan Indonesia mungkin akan menjadi labo!
ratorium sejarah baru dunia. Dari beberapa pakar peneliti Eropa yang memawancarai beberapa tokoh kelompok "Islam "garis keras di Jakarta dan Yogyakarta belakangan ini mengungkapkan hal yang menarik. Menurut sumber kami tsb, mereka, para tokoh" Islam" garis keras itu, menyatakan yang intinya sbb : “Demokrasi itu tidak ada. Itu pikiran kaum nasionalis sekuler yang sekarang peranannya sangat menonjol. Peluang kami menjadi semakin mengecil”. Konon katanya sumer kami itu, para tokoh "Islam" garis keras itu menyatakan demikian dengan muka tegang dan lesu, terutama setelah Laskar Jihad Ahlus Sunah Wal Jamaah dibubarkan atas instruksi pusatnya yang di Saudi Arabia;  pembekuan Front Pemuda Islam (FPI pimpinan Habib Riziq);  tertangkapnya Abu Bakar Baa’syir; terungkapnya seseorang yang menamakan diri Amrozy berkaitan dengan kasus “bom Bali”.  Secara internasional, menarik untuk dicermati pengakuan atau claim Al Qaidah lewat situsnya yang berubah ubah, mengenai keterlibatannya dalam pe!
ledakan bom di sejumlah negara, termasuk WTC, hingga yang terakhir di Bali.   Apa yang terjadi sebenarnya, dan apakah penggalan-penggalan peristiwa di dalam negeri dan luar negeri itu memiliki kaitan, ideologis atau pun organisasi, atau sesuatu yang kebetulan? Hal-hal demikian patut dipikirkan oleh Megawati dan jajaran pemikirnya., juga oleh kaum nasionalis patriotik siapapun di Indonesia kita ini. Yang menarik baik kekuatan fasisme jaman Hitler maupun neo fasisme sekarang sejatinya kekuatan minoritas yang putus asa. Karena itu patut dicatat peringatan Prof  Daniel Lev ,pakar ahli Indonesia di Amerika Serikat, yang a.l. mengemukakan : " Menumpas jaringan terrorisme bukan persoalan utama bangsa Indonesia. Karena kelompok Islam garis keras di Indonesia  adalah minoritas. Pemerintah Indonesia harusnya tidak begitu saja mengikuti desakan Amerika Serikat cs.Kondisi yang dihadapi Indonesia kini pernah terjadi dalam kurun 1957 - 1958, saat Perang Dingin mulai berlangsung . Saat itu!
 Amerika mendukung militer Indonesia untuk menghambat perkembangan sosial komunis".(Baca harian Rakyat Merdeka 11  Nopember  2002 halaman pertama). Sejarah memang  kadang mengesankan seakan berulang kembali, meski pelakunya beda. Fasisme Hitler dkk naik dalam sejarah karena kata Bung Karno  "kapitalismus in niedergang" yang tidak lepas dari  bangkrutnya Krupp dan terpukulnya kapitalisme Jeman  berkombinasi dengan sisa sisa kebangkitan akan kejayaan bangsa Arya  yang akan membuat Deuschland Ubber Alles yang harus dibela dengan mati sahid untuk cita cita "mulianya" itu. Kami kaze Dai Nippon sanggup mengalahlan Amerika di serangan Hawaii  yang tak kalah dahsyatnya dengan serangan WTC. Kemudian  Osame bin Laden , anak didik dan asuhan Amerika untuk mengalahkan Rusia komunis dari Afghanistan pun merasa dikobankan dan ternyata  semangat jihadnya untuk "kebenaran" itu  kini bicara dan tragedi WTC adalah bukti yang paling menakutkan masyarakat Amerika dan dunia Barat, Sementaradalam!
 omongan diantara anggota DPR, sumber Wahana mendengar bahwa  kini Amerika kecewa terhadap "good boys" di Indoenesia yang merasa sudah dibantu di sekolahkan di AS meraup banyak gelar doktor  ternyata bukan menjadi pionir demokrasi tapi malah terjebak pada korupsi dan gaya hidup hedonisme, sedang  good boys lain yang juga pernah diandalkan ternyata banyak terlibat pada pelanggaran berat HAM.  Dan betapa kecewanya, karena katanya sekarang ini "anak anak baik Indonesia" yang tak tenggelam dalam  korupsi  dan pelanggaran berat HAM, ternyata justru  orang orang yang pernah dibencinya di masa lalu, yakni "kaum nasionalis sekuler" dan anak cucu kaum komunis yang orang tuanya pernah dihabisi dan kini menjadi kaum  tersisih yang traumatis dan dibayangkan jadi acuh terhadap masalah konflik politik dengan pengorbanan yang sia sia belaka Demikian berbagai penggalan bahan yang sempat masuk dalam redaksi, silahkan pembaca dan mencernanya secara kritis. Sebab kebenaran sejarah itu baru aka!
n ketahuan butuh tenggang waktu, di mana maksimun ratio bicara dan minimun emosi sentimen sudah tak lagi banyak bicara. Semoga yang sedehana ini ada gunanya. Maafkan kalau ada salah kutip di sana sini.  Jakarta, 12 Nopember 2002. Ditulis oleh Niken Setiasih.

_______________________________________________
Join Excite! - http://www.excite.com
The most personalized portal on the Web!

--EXCITEBOUNDARY_000__2cc9ba4366e4fc9c8c9be544fe4c44e0
Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Content-Transfer-Encoding: 7bit

 <table cellpadding=10 cellspacing=0 border=0 width=100% bgcolor=white><tr height=200><td width=100%><font size=2 color=black>MARILAH BERFIKIR  LEBIH  JAUH LAGI MENGACU PENGALAMAN SEJARAH<br><BR>Seorang pembaca setia kami, sebut saja sdr  GARDA MANDIRI , mengajak kami agar tidak terjebak pada perang urat syaraf  dalam  medan pertarungan informasi dan disinformasi dewasa ini.  Dia mengajak  untuk tetap menggunakan logika kritisdan selalu  melakukan cek dan recek atas segalanya, apakah  masingmasing sanggup dan mampu melakukan itu soal lain. Ini untuk menghindari agar orang menyisihkan kepentingan kelompok dan golongannya, khususnya jika kita  bicara soal terrorisme dan kontra terrorisme, sebab semua terrorisme siapapun yang melakukan itu musuh kemanusiaan nomor wahid.<br> <br> Beberapa bulan lalu,  pembaca kami itu pernah mempersoalkan tulisan teoretis diruang ini mengenai “kompromi strategis” ataukah “kapitulasi” , mengacu pada pengalaman empiris menjelang Perang Dunia Kedua!
. Konsep Georgy Dimitrov dari Bulgaria tentang mendahulukan musuh yang paling berbahaya, dalam front persatuan demokratis kekuatan kapitalis  sosialis/komunis menghantam fasisme ternyata dibenarkan pada akhir Perang Dunia kedua, dengan membuahkan kekalahan di pihak fasisme. Sekutu (Amerika, Rusia, Inggris, Perancis dan Cina) menang mengalahlan fasisme dengan 3 porosnnya, yakni  Jerman Hitler, Italia Musolini dan Jepang yang  siap berkamikaze .<br> <br>Pembaca tertentu mengingatkan pengalaman WTC dengan model bunuh diri ala kamikaze dan jihadnya Mohammad Atta dkk yang mengerikan itu dipandang dan menandai kebangkitan neo fasisme yang melumpuhkan akal sehat. <br>Karena itu penulis lain mensinyalir keraguan atau ketidakjelasan pola strategis kepemimpinan Megawati Sukarnoputri dalam penyusunan politik front persatuan nasional karena khawatir membuka hakekat fenomena dan arah perkembangan baru gerakan milintan neo fasis ala kamikaze yang kian frustrasi dan nekad dengan praktek te!
rrorismenya. <br> <br>Mungkin dalam waktu tak lama lagi, segalanya akan segera terungkap jelas di depan sejarah. Perkembangan Indonesia mungkin akan menjadi laboratorium sejarah baru dunia. <br>Dari beberapa pakar peneliti Eropa yang memawancarai beberapa tokoh kelompok "Islam "garis keras di Jakarta dan Yogyakarta belakangan ini mengungkapkan hal yang menarik. Menurut sumber kami tsb, mereka, para tokoh" Islam" garis keras itu, menyatakan yang intinya sbb : “Demokrasi itu tidak ada. Itu pikiran kaum nasionalis sekuler yang sekarang peranannya sangat menonjol. Peluang kami menjadi semakin mengecil”. Konon katanya sumer kami itu, para tokoh "Islam" garis keras itu menyatakan demikian dengan muka tegang dan lesu, terutama setelah Laskar Jihad Ahlus Sunah Wal Jamaah dibubarkan atas instruksi pusatnya yang di Saudi Arabia;  pembekuan Front Pemuda Islam (FPI pimpinan Habib Riziq);  tertangkapnya Abu Bakar Baa’syir; terungkapnya seseorang yang menamakan diri Amrozy berkaitan denga!
n kasus “bom Bali”.  Secara internasional, menarik untuk dicermati pengakuan atau claim Al Qaidah lewat situsnya yang berubah ubah, mengenai keterlibatannya dalam peledakan bom di sejumlah negara, termasuk WTC, hingga yang terakhir di Bali.  <br> <br>Apa yang terjadi sebenarnya, dan apakah penggalan-penggalan peristiwa di dalam negeri dan luar negeri itu memiliki kaitan, ideologis atau pun organisasi, atau sesuatu yang kebetulan? Hal-hal demikian patut dipikirkan oleh Megawati dan jajaran pemikirnya., juga oleh kaum nasionalis patriotik siapapun di Indonesia kita ini. Yang menarik baik kekuatan fasisme jaman Hitler maupun neo fasisme sekarang sejatinya kekuatan minoritas yang putus asa. Karena itu patut dicatat peringatan Prof  Daniel Lev ,pakar ahli Indonesia di Amerika Serikat, yang a.l. mengemukakan : " Menumpas jaringan terrorisme bukan persoalan utama bangsa Indonesia. Karena kelompok Islam garis keras di Indonesia  adalah minoritas. Pemerintah Indonesia harusnya tidak !
begitu saja mengikuti desakan Amerika Serikat cs.Kondisi yang dihadapi Indonesia kini pernah terjadi dalam kurun 1957 - 1958, saat Perang Dingin mulai berlangsung . Saat itu Amerika mendukung militer Indonesia untuk menghambat perkembangan sosial komunis".(Baca harian Rakyat Merdeka 11  Nopember  2002 halaman pertama).<br> <br>Sejarah memang  kadang mengesankan seakan berulang kembali, meski pelakunya beda. Fasisme Hitler dkk naik dalam sejarah karena kata Bung Karno  "kapitalismus in niedergang" yang tidak lepas dari  bangkrutnya Krupp dan terpukulnya kapitalisme Jeman  berkombinasi dengan sisa sisa kebangkitan akan kejayaan bangsa Arya  yang akan membuat Deuschland Ubber Alles yang harus dibela dengan mati sahid untuk cita cita "mulianya" itu. Kami kaze Dai Nippon sanggup mengalahlan Amerika di serangan Hawaii  yang tak kalah dahsyatnya dengan serangan WTC. Kemudian  Osame bin Laden , anak didik dan asuhan Amerika untuk mengalahkan Rusia komunis dari Afghanistan pun merasa!
 dikobankan dan ternyata  semangat jihadnya untuk "kebenaran" itu  kini bicara dan tragedi WTC adalah bukti yang paling menakutkan masyarakat Amerika dan dunia Barat,<br> <br>Sementaradalam omongan diantara anggota DPR, sumber Wahana mendengar bahwa  kini Amerika kecewa terhadap "good boys" di Indoenesia yang merasa sudah dibantu di sekolahkan di AS meraup banyak gelar doktor  ternyata bukan menjadi pionir demokrasi tapi malah terjebak pada korupsi dan gaya hidup hedonisme, sedang  good boys lain yang juga pernah diandalkan ternyata banyak terlibat pada pelanggaran berat HAM.  Dan betapa kecewanya, karena katanya sekarang ini "anak anak baik Indonesia" yang tak tenggelam dalam  korupsi  dan pelanggaran berat HAM, ternyata justru  orang orang yang pernah dibencinya di masa lalu, yakni "kaum nasionalis sekuler" dan anak cucu kaum komunis yang orang tuanya pernah dihabisi dan kini menjadi kaum  tersisih yang traumatis dan dibayangkan jadi acuh terhadap masalah konflik politik d!
engan pengorbanan yang sia sia belaka<br> <br>Demikian berbagai penggalan bahan yang sempat masuk dalam redaksi, silahkan pembaca dan mencernanya secara kritis. Sebab kebenaran sejarah itu baru akan ketahuan butuh tenggang waktu, di mana maksimun ratio bicara dan minimun emosi sentimen sudah tak lagi banyak bicara. Semoga yang sedehana ini ada gunanya. Maafkan kalau ada salah kutip di sana sini. <br> <br>Jakarta, 12 Nopember 2002.<br> <br>Ditulis oleh Niken Setiasih.<BR><BR><BR><BR><BR><br></font></td></tr></table><p><hr><font size=2 face=geneva><b>Join Excite! - <a href=http://www.excite.com target=_blank>http://www.excite.com</a></b><br>The most personalized portal on the Web!</font>

--EXCITEBOUNDARY_000__2cc9ba4366e4fc9c8c9be544fe4c44e0--