[Nasional-m] Kasus Akbar Sengaja "Dipelihara" Partai-partai

Ambon nasional-m@polarhome.com
Tue Sep 17 00:12:01 2002


Suara Merdeka
Selasa, 17 September 2002 Berita Utama

Kasus Akbar Sengaja "Dipelihara" Partai-partai
Prof Dr Muladi SH SM/dok

JAKARTA - Selain tuntutan agar Akbar Tandjung nonaktif dari Ketua DPR,
ternyata juga muncul keinginan agar dia juga mundur dari Ketua DPP Partai
Golkar. Tuntutan itu logis, karena secara internal partai, memang ada pro
dan kontra.
Pernyataan itu disampaikan anggota Dewan Penasihat DPP Partai Golkar Prof Dr
Muladi SH. Dia mengatakan, tuntutan agar Akbar mundur dari Ketua Umum Golkar
sebagai hal yang wajar, mengingat dalam tubuh partai itu ada yang setuju dan
ada yang menolak menyusul kasus yang menimpanya dalam kasus Bulog II.
"Namun, ada etika dalam Golkar agar tetap solid. Ketika keluar harus satu
suara, meski di dalam ada pro kontra," ujar Muladi kepada wartawan usai
mengikuti seminar di Kantor PBNU Jl Kramat Raya, Jakarta, kemarin.
Muladi tidak menjelaskan dia termasuk di pihak yang mana. Namun, dia
mengkhawatirkan kasus Akbar Tandjung ini akan dijadikan bahan untuk terus
menjatuhkan Golkar sampai 2004.
Muladi melihat partai-partai, lain saat ini sengaja memelihara situasi
seperti ini untuk memperburuk citra Golkar. "Golkar akan dipanggang sampai
2004. Partai-partai saya lihat memelihara situasi ini. Ini bisa berbahaya,"
tandasnya.
Karena itu Muladi berpendapat, sebaiknya Golkar tidak mencalonkan presiden
dan wakil presiden pada Pemilu 2004. Hal ini menunjukkan sikap pengakuan
bersalah pada masyarakat atas dosa masa lalu Golkar yang mendukung dan
dijadikan kendaraan politik Orde Baru.
"Ini bentuk pengakuan bersalah kepada masyarakat. Tetapi harus dengan
semangat membangun diri sebagai partai modern. Dengan mundurnya Golkar dari
bursa calon presiden, otomatis Akbar Tandjung tak perlu mencalonkan diri.
"Ya itu otomatis. Jangan bercita-cita orang Golkar jadi presiden. Jadi
menteri itu tak apa-apa. Golkar saat ini harus menanggung dosa masa lalu
waktu menjadi pendukung Orde Baru," ujarnya.
Tugas Partai Golkar sampai 2009, menurut dia, untuk menumbuhkan kembali
kepercayaan masyarakat dan untuk membersihkan diri. Karena itu, Muladi
justru berharap agar MA mempercepat penyelesaian perkara Akbar. Dengan
begitu Akbar Tandjung bisa senang, kalau bebas juga aman. Dan, rakyat yang
menuntut juga akan senang, karena ada kepastian hukum bagi semua.
Mahkamah Agung, menurut Muladi, harus segera konsolidasi mempercepat proses
hukum kasus Akbar yang kini dalam tahapan banding. Rencananya usul tersebut
akan disampaikan kepada MA setelah Dewan Penasihat Partai Golkar melakukan
pembahasan mengenai masalah Akbar Tandjung.
"Tiga bulan diproses di pengadilan tinggi dan tiga bulan lagi di MA,
sehingga dalam waktu 6 bulan perkara dapat selesai." kata dia yang juga
mantan Hakim Agung MA itu.
Percepatan itu, menurut dia, harus dilakukan. Sebab Undang-undang (UU)
Korupsi menyebutkan, kasus korupsi merupakan kasus yang harus
diprioritaskan. Muladi menjelaskan, hakim yang ditunjuk untuk menangani
Akbar juga harus transparan dan tidak dipengaruhi siapa pun, sehingga
betul-betul ada pertanggungjawaban. Dia memprediksi jika usul tersebut
dilakukan, awal 2003 kasus Akbar dapat selesai. "Jika Akbar diputus salah,
harus lengser. Jadi, tidak ada masalah buat Partai Golkar dan DPR," katanya.
Memprovokasi
Pernyataan Ketua MPR Amien Rais mengenai usul sejumlah anggota DPR yang
meminta Akbar Tandjung nonaktif, dinilai oleh Ketua FPG DPR Marzuki Ahmad
sebagai pernyataan yang sangat provokatif dan politis. "Itu kan
ngompor-ngomporin," katanya menjawab pers di Gedung DPR, Senin kemarin.
Seperti diberitakan, Ketua MPR Amien Rais dalam HUT PAN di Sidoarjo, Jawa
Timur, Sabtu lalu mengemukakan, penggalangan tanda tangan sejumlah anggota
DPR yang meminta Akbar nonaktif baru mempunyai pengaruh apabila mencapai
lebih dari 150 orang anggota.
Menanggapi hal itu, Marzuki Ahmad mengatakan, pernyataan Amien itu isinya
menetapkan target jumlah anggota yang ikut tanda tangan, sehingga dapat
dikatakan sebagai provokasi. "Mestinya tidak dilakukan oleh Ketua MPR.
Sebagai Ketua MPR, apakah layak Amien mengatasnamakan DPR bicara soal
persoalan ini," ujarnya.
Kendati demikian dia menjelaskan, apabila usul nonaktif itu benar-benar
diajukan ke pimpinan, FPG akan mencermati langkah-langkah itu dan mengkaji
antisipasi dengan meletakkan persoalan pada proporsinya. "Mestinya, sebelum
dibawa ke sidang paripurna masalah tersebut dibawa ke Badan Musyawarah
(Bamus) dulu untuk dirapatkan. Kalau disepakati baru dibawa ke paripurna."
Beri Sanksi
Anggota DPR-RI dari FPDI-P Drs Agus Condro Prayitno menyatakan, DPR harus
memberikan sanksi kepada Akbar Tandjung. Hal itu karena DPR harus
melaksanakan Tap IX/MPR/2001 tentang rekomendasi dari kebijakan
pemberantasan KKN.
Agus Condro Prayitno selaku pengurus Panitia Pemenangan Pemilu Pusat
(Pappusa) PDI-P menyatakan hal itu ketika ditemui pada acara sosialisasi
Pappuda Jateng di lapangan Limpung, Kabupaten Batang, Minggu kemarin.
Menurut dia, dalam tap tersebut ada pasal yang menyatakan, pegawai negeri
dan atau penyelenggara negara yang diduga terlibat kasus KKN harus diberi
sanksi administratif.
"Baru diduga saja sudah harus diberi sanksi, apalagi Akbar sudah terbukti
melakukan korupsi dan dijatuhi hukuman pidana 3 tahun penjara. Siapa yang
harus memberikan sanksi pada Akbar? Yang harus memberi sanksi kepada Akbar
adalah rapat paripurna DPR RI," ujar wakil rakyat asli Batang itu.
(di,nas,ar-16k)