[Nasional-m] 80 Persen Anak Belum Tersentuh Pendidikan Usia Dini

Ambon nasional-m@polarhome.com
Fri, 18 Oct 2002 22:20:46 +0200


SUARA PEMBARUAN DAILY

80 Persen Anak Belum Tersentuh Pendidikan Usia Dini
Sedikit yang Berlatar Belakang Pendidikan di Bidang PADU

JAKARTA - Hasil analisis Tim Pendidikan untuk Semua (Education for All)
Indonesia tahun 2001 mengungkapkan pada akhir tahun 2001, lebih dari 80
persen dari sekitar 26 juta anak Indonesia usia 0-6 tahun belum tersentuh
pendidikan anak dini usia. Sedangkan anak usia 4-6 tahun yang berjumlah 12,6
juta, baru sekitar dua juta yang terlayani di TK dan Raidatul Atfhal.
Hal itu dikatakan Direktur Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) Depdiknas, Dr
Gutama, pada seminar "Pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia di Era
Otonomi Daerah Melalui Program PADU" di Jakarta, Kamis (17/10).
Menurut Gutama, kondisi itu tidak bisa dibiarkan karena menurut hasil
penelitian di bidang neurologi, perkembangan otak anak tumbuh pesat di usia
tersebut. Salah satu penelitian yang penting dicatat bahwa pada usia 4 tahun
kapasitas kecerdasan anak mencapai 50 persen, dan pada usia 8 tahun mencapai
80 persen. Jadi, terlihat betapa pesat pertumbuhan anak pada masa-masa itu.
Karena itu, pendidikan usia dini penting, namun sampai saat ini hal itu
belum tersentuh. PADU sendiri baru terbentuk satu tahun lalu. Selama ini,
Depdiknas baru menjalankan program bagi anak usia 4-6 tahun, terutama
melalui TK.
Pelayanan pendidikan yang semestinya menjadi tanggung jawab Depdiknas belum
berjalan karena memang struktur organisasi di Depdiknas belum memungkinkan
untuk menjangkau pendidikan anak-anak di bawah usia empat tahun.
Dikatakan, kendala utama PADU adalah masih kurangnya pemahaman masyarakat
tentang PADU. Bahkan, pejabat pun masih mempertanyakan posisi PADU. Apalagi,
tenaga PADU di lapangan masih sangat sedikit. Kalau pun ada, sangat sedikit
yang berlatar belakang pendidikan di bidang PADU.
Senada dengan Gutama, Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
Depdiknas dr Fasli Jalal PhD juga mengatakan pentingnya PADU. Ketika
dilahirkan, otak bayi mengandung 100 miliar neuron dan sekitar 1 triliun sel
galia yang berfungsi sebagai perekat.
Selama tahun-tahun pertama, otak bayi berkembang pesat dengan menghasilkan
neuron yang banyaknya melebihi kebutuhan. Sambungan itu harus diperkuat
melalui berbagai rangsangan karena sambungan yang tidak diperkuat dengan
rangsangan akan mengalami atrohy (menyusut dan musnah). Banyaknya sambungan
itulah yang memengaruhi tingkat kecerdasan anak. Menurut Fasli, otak kita
terdiri dari dua bagian yang apabila keduanya dirangsang dan dimanfaatkan
secara seimbang akan menciptakan suatu sinergi yang membuat kemampuan otak
mencapai 5-10 kali kemampuan sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian,
keseimbangan itu bisa dicapai bila pemanfaatannya dibiasakan sedini mungkin.
Dibanding dengan Singapura dan Korea Selatan, Indonesia terlambat dalam hal
PADU. Di kedua negara itu, hampir seluruh anak-anak di sana sudah terjangkau
PADU. Bahkan, di Singapura, masalah penuntasan dua bahasa, yaitu Cina dan
Inggris, telah selesai di tingkat TK.
Hal itu juga terbukti dengan Human Development Index (HDI) mereka yang jauh
di atas kita. Singapura nomor 25, Korea Selatan 27, dan Indonesia 110 dari
173 negara.
Selain itu, menurut Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen
Kesehatan RI Prof Dr Azrul Azwar MPH, asupan gizi juga memengaruhi
kecerdasan anak. Setiap anak dengan gizi buruk berisiko kehilangan IQ hingga
10-13 poin. Sedangkan jumlah anak yang kekurangan gizi di Indonesia mencapai
1,3 juta. Itu berarti kita berpotensi kehilangan IQ sekitar 22 juta poin.
Karena itulah, Azrul menyarankan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak sejak
dini. (AS/L-2)


Last modified: 18/10/2002