[Nasional-m] Kekerasan pada Perempuan Dijadikan Jualan

Ambon nasional-m@polarhome.com
Thu, 10 Oct 2002 18:56:17 +0200


Pikiran Rakyat
Jumat, 11 Oktober 2002

Masih Negatif, Citra Perempuan di Media
Kekerasan pada Perempuan Dijadikan Jualan
BANDUNG, (PR).-
Kekerasan terhadap perempuan betul-betul dianggap mainan dan dijadikan
jualan oleh media massa di Indonesia, baik berupa pencitraan dalam iklan
maupun berbentuk pemberitaan. Sayangnya, itu dilakukan bukan cuma oleh
koran-koran kuning yang dagangan utamanya bisnis esek-esek, melainkan juga
oleh media nasional yang kelas pembacanya menengah ke atas.
Demikian simpulan pendapat Ketua Media Ramah Lingkungan Drs. Ade Armando,
M.Sc. dan Wartawan Kompas Maria Hartiningsih saat mempresentasikan
makalahnya pada hari terakhir "Diskusi dan Workshop Media Massa
Berperspektif Gender" yang dilakukan atas kerja sama HU Pikiran Rakyat dan
Kementerian Pemberdayaan Wanita di Hotel Mitra, Kamis (10/10).
Dikatakan Ade yang juga Ketua Program Komunikasi Fisip UI, pencitraan
negatif terhadap perempuan itu tampak dalam pemberitaan tentang artis,
perkosaan, dan pemberitaan lainnya yang berkaitan dengan perempuan. Meskipun
demikian, Ade tidak percaya terhadap teori yang menyebutkan bahwa media
berdampak langsung dalam menyebabkan terjadinya kasus-kasus perkosaan.
Menurut Ade, pengaruh media berjalan sangat lambat dan perlahan. Sehingga
pencitraan intens yang salah tentang wanita, baru akan terasa pengaruhnya
dalam jangka panjang.
Sementara itu, Maria menyatakan munculnya pemberitaan yang tidak berpihak
pada korban, misalnya dalam kasus perkosaan kerap terjadi karena redakturnya
juga tidak tahu atau beralasan faktanya memang demikian. Kekeliruan
misalnya, tampak dalam pemilihan diksi seperti pelacur, pekerja seks
komersial, dan lainnya.
"Padahal kata 'pelacur' sendiri kontroversial. Sebagian feminis menganggap
kata itu menyudutkan perempuan bahkan menguatkan stigma yang selama ini
diberikan masyarakat untuk perempuan yang terlibat dalam bisnis seks
komersial. Padahal bisnis tersebut selalu melibatkan dua pihak, perempuan
dan laki-laki. Malahan tak sedikit laki-laki yang terlibat sebagai penjual
jasa seks. Sama kontroversialnya dengan kata 'pekerja' seks. Kata 'pekerja'
membingungkan karena bisa berarti jenis kerja yang bisa dicita-citakan.
Padahal tidak seorang anak pun yang punya cita-cita menjadi pekerja seks,"
jelas Maria.
Sementara itu, tambahnya, alasan "atas dasar fakta" pun kurang tepat
mengingat wartawan biasanya mendapatkan beritanya dari sisi pelaku dan pihak
kepolisian. "Jarang sekali kasus perkosaan yang ditulis dari perspektif si
korban. Kebanyakan dari sisi si pelaku atau polisi," tambah Ade Armando.
 Perkosaan ganda
Menurut Maria, pemilihan kata dan konsep bahasa serta seluruh gaya
pemberitaan yang melecehkan dan menjadikan peristiwa perkosaan sebagai
sesuatu yang lucu itu adalah alat yang luar biasa tajam untuk melakukan
perkosaan ganda (second rape) setelah si perempuan diperkosa dalam arti yang
sebenarnya.
"Akan tetapi, bisa juga perkosaan ketiga atau perkosaan keempat. Karena
sebelum 'diperkosa' media massa, si korban telah diperkosa lebih dulu oleh
penyidik dan tim medis yang tidak punya empati terhadap korban perkosaan dan
juga oleh tatapan mata tetangganya yang menyalahkannya," tutur Maria.
Dalam kesempatan itu, Maria menjelaskan kenyataan lima pencitraan negatif
wanita dalam iklan yang mencerminkan ketidakadilan gender, yang disebutnya
5-P, yang dikutipnya dari Sosiolog Dr. Tamrin Amal Tamagola. Wanita
dicitrakan peraduan, pigura, pilar rumah tangga, pergaulan, dan pinggan.
Citra peraduan tercermin dari iklan kondom dan obat kuat yang menjadikan
perempuan sebagai obyek seksual. Citra pigura menuntut perempuan menjadi
makhluk cantik yang harus selalu menjaga kecantikannya dengan latihan fisik,
diet, berdandan dilengkapi aksesori, pakaian, dan segala sesuatu yang mewah
lainnya.
Citra pergaulan menempatkan perempuan sebagai pendamping suami untuk
merefleksikan status suaminya, sedangkan citra pinggan lebih banyak
berurusan dengan dapur. "Citra yang paling banyak dieksploitasi adalah
perempuan sebagai pilar rumah tangga yang harus menjalankan tugasnya mulai
dari dapur, sumur, kasur, dan lingkup domestik lainnya," tandasnya.
(A-95)***

IKLAN