[Nasional-m] Indonesia "Surganya" Harta Karun

Ambon nasional-m@polarhome.com
Sun Aug 25 23:50:27 2002


Suara Karya

Indonesia "Surganya" Harta Karun
Oleh Susidarto

Senin, 26 Agustus 2002
Terlepas dari sisi etika dan moral, mestinya Menko Perekono- mian, Menteri
Keuangan dan tim ekonomi Kabinet Gotong Royong menanggung malu. Pasalnya,
itikad dan semangat Menteri Agama untuk ikut memikirkan utang bangsa ini dan
mencoba mencari jalan keluar - meskipun keblinger karena salah--, melebihi
mereka berdua.
Semangat "membabi buta" inilah semestinya yang dipunyai oleh tim ekonomi
Kabinet Megawati, di dalam ikut menyelesaikan belitan utang pemerintah yang
demikian besarnya.
Heboh dan geger "drama" penggalian harta karun pada situs prasati batutulis,
Bogor, semestinya mengilhami para petinggi negeri ini untuk sadar, bahwa
persoalan yang tengah dihadapi oleh bangsa ini sungguh sangat besar. Ada
pesan tersirat di dalamnya, bahwa para pemimpin bangsa ini tengah
"kebingungan" di tengah rimba belantara utang pemerintah dan swasta yang
sudah sedemikian besarnya. Sehingga, langkah-langkah irrasional pun terpaksa
ditempuh, meski harus bertabrakan dengan hukum, moral, etika, dan agama.
Meski harus "pasang badan" dan "diadili" masyarakat banyak, spirit Menteri
Agama perlu diteladani.
Menggunung


Tak ada yang menyangkal, kalau jumlah utang Pemerintah Indonesia itu sungguh
amat dahsyat: 70 miliar dolar AS (luar negeri) ditambah Rp 700 triliun
(dalam negeri). Bila mau, masih ada lagi utang luar negeri oleh swasta,
jumlahnya juga 70 milyar dolar AS. Bila dijumlah,maka total utang luar
negeri Indonesia hampir mendekati 200 miliar dolar AS, atau setara dengan
prediksi kemungkinan repatriasi modal dari AS, oleh para pemodal dari Arab
Saudi belakangan ini. Utang itu sudah menggunung, dan mungkin mengalahkan
"tingginya" pegunungan Himalaya, sebagai pegunungan tertinggi di dunia.
Luar biasanya, bagaimana utang sebesar "dinosaurus" ini mau dibayar dengan
hasil galian sepetak tanah di Batutulis Bogor? Yang benar saja! Galian emas
segede gunung oleh Freeport di Puncak Wijaya, Jayawijaya pun belum akan
mampu melunasinya. Untungnya, penggalian "harta karun" itu segera
dihentikan. Orang sudah kembali berpikir rasional, bahwa upaya itu akan
berakhir dengan sia-sia belaka. Lalu? Nah ini yang harus diteruskan, yakni
spirit untuk terus menggali dan menggangsir "harta karun" lain yang
jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Inilah agenda dan tugas besar kita
bersama, sebagai anak bangsa.
Rekan saya pengamat ekonomi dari UGM Yogyakarta, A Tony Prasetiantono pernah
berujar, bahwa harta karun pertama yang harus digali ada di Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN). Menurutnya, hanya penjualan harta karun di BPPN
(Badan Penyehatan Perbankan Nasional) yang menghasilkan recovery rate
(tingkat pengembalian) yang tinggi saja yang bisa dipakai untuk membayar
utang. Itu pun ternyata tidak bisa, karena recovery rate BPPN cuma 28
persen. Harta itu benar-benar ada di BPPN, di Wisma Danamon Jalan Sudirman,
Jakarta, bukan di situs Kerajaan Pajajaran di Bogor.
Ide ini sungguh beralasan, setidaknya mengait dengan besarnya utang domestik
akibat program bail-out bank-bank rekap oleh pemerintah (BPPN) dalam bentuk
obligasi rekap. Proyek penggalian situs BPPN inilah yang seharusnya digali
terlebih dahulu, sebelum menggali situs prasasti Batutulis, Bogor. Untuk
itu, program penjualan aset kredit (PPAK) yang kontroversial - akibat
disinyalir sarat nuansa KKN--, seharusnya mampu menghasilkan tingkat
pengembalian di atas 50 persen. Ketua BPPN, Syafruddin Temenggung, tidak
selayaknya berdalih bahwa akibat fungsi BPPN sebagai pencuci piring, maka
tingkat pengembalian asetnya menjadi amat rendah. Justru di sinilah kinerja
awak-awak BPPN menjadi diuji.
Sumber-sumber harta karun lainnya, masih sangat banyak. Gali semua simpanan
koruptor di dalam negeri dan yang ditambat di luar negeri. Kalau Prof
Soemitro pernah berujar bahwa terjadi kebocoran anggaran pembangunan minimal
30 persen, adalah benar. Harta benda para koruptor yang diperoleh dengan
tidak halal, semestinya harus terus digali. Program assets tracing
(penelusuran aset) harus terus dilakukan, hingga ke liang kubur sekalipun.
Artinya, kalau yang bersangkutan sudah dikubur, keluarga, istri dan anak
cucu, harus dimintai pertanggungjawaban dan segera mengembalikan harta
benda, dan dirty money-nya ke negara.
Untuk itu, pembersihan aparat dan penegak hukum, harus dilakukan terlebih
dahulu. Penegak-penegak hukum harus benar-benar dan berani menegakkan hukum,
meski langit akan runtuh sekalipun. Penegak hukum, pejabat dan pengusaha
jangan lagi mengumpulkan harta karun, sehingga harus digali di mana-mana.
Mereka harus bersih terlebih dahulu, dan baru akan bisa menggali harta karun
pada koruptor. Proses penyelidikan dan penyidikan, harus secepatnya
dilakukan, sehingga harta negara dapat kembali segera untuk menutup berbagai
utang-utang pemerintah.
Setiap departemen harus berupaya melakukan operasi "sapu jagad" dan
melakukan penggalian terhadap harta karun mantan pejabat yang terindikasi
terlibat korupsi. Genderang perang terhadap koruptor harus dilakukan sembari
melakukan penggalian harta karun "peninggalan" para koruptor, di mana pun
keberadaannya. Program ini harus dimotori oleh sang komandan, yakni menteri
terkait, dan kemudian ditindaklanjuti oleh jajaran di bawahnya. Gerakan
penggalian harta karun ini harus dilakukan serempak dan terus menerus, tidak
"hangat-hangat tahi ayam", insidental dan angot-angotan.
Demikian pula dengan harta konglomerat/pengusaha hitam, yang selama ini
sudah menjarah harta negara dalam bentuk BLBI, atau kekayaan hutan,
perikanan, tambang dan seterusnya, harus pula digali. Mereka yang
terindikasi melakukan tindak pencurian, perampokan dan penjarahan harta
rakyat, harus diproses secara hukum, dan hartanya dikembalikan ke negara.
Itulah harta karun yang sesungguhnya, yang riil di depan mata, dan mudah
untuk dibuktikan (kasat mata). Harta semacam inilah yang semestinya digali,
bukan justru menggali sesuatu yang bersifat spekluatif dan bernuansa klenik.
Jangan-jangan, penggalian situs Batutulis hanya sekadar sarana untuk
mengalihkan perhatian masyarakat.
Penutup


Harta karun itu, mungkin bisa berbentuk rumah mewah, mobil mewah, rekening
pribadi di bank (baik di dalam maupun di luar negeri), deposito, atau bahkan
badan usaha. Semua itu, bisa digali dan diambil oleh pemerintah, asal
melalui jalur hukum yang jelas. Justru langkah brilian semacam inilah yang
sebenarnya ditunggu-tunggu oleh masyarakat banyak. Masyarakat sudah
menantikan dengan harap-harap cemas akan semua persoalan ini. Oleh sebab
itu, momentum gegernya penggalian situs Batutulis, untuk mencari harta karun
hendaknya bisa dipakai sebagai pijakan awal untuk melakukan penggalian harta
karun, dalam bentuk money dirty, money laundering atau uang najis lainnya,
yang terbukti merupakan uang negara.
(Susidarto, pelaku bisnis UKM, alumnus program MM, sebuah PTS Jakarta).