[Nasional-m] Kwik: IMF Makin Memaksakan Kehendak

nasional-m@polarhome.com nasional-m@polarhome.com
Mon Aug 19 01:00:14 2002


Senin, 19 Agustus 2002

Kwik: IMF Makin Memaksakan Kehendak

JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Kwik
Kian Gie menyatakan, pada satu setengah tahun mendatang hingga kontrak
dengan Indonesia berakhir pada akhir 2003, Dana Moneter Internasional (IMF)
akan makin memaksakan kehendak dalam mengatur pemulihan ekonomi
nasional.

Dia menyatakan, kontrak IMF memang akan habis tahun 2003, tapi dalam waktu
satu setengah tahun itu pengaruhnya luar biasa. ''Sebab, IMF bisa memaksa
semua bank harus dijual berikut obligasi yang masih melekat di dalamnya,'' kata
Kwik usai mengikuti Sidang Paripurna DPR di Gedung MPR/DPR Jakarta, Jumat
(16/8).

Dia juga mengatakan, sikap IMF sejak awal hingga saat ini masih tetap:
memaksakan penjualan bank-bank rekapitulasi berikut obligasi di dalamnya
seperti yang terjadi pada BCA. ''Pendirian IMF sampai saat ini masih seperti
itu.
Paling lambat September 2002 Bank Niaga harus dijual berikut obligasi yang
masih melekat di dalamnya,'' ujarnya.

IMF, lanjut Kwik, juga memaksakan penjualan Bank Danamon. Begitu juga
terhadap Bank Mandiri. ''IMF tidak mau mengubah pendiriannya. Jadi, kalau IMF
diberi waktu hingga 2003, kita akan habis,'' katanya seraya menandaskan, jika
kontrak IMF berlanjut hingga akhir 2003, utang pemerintah akan di tangan
swasta dan akan keluar dari wilayah pemerintah yang bisa menjadi ribuan
triliun.

Ketika ditanya tentang utang dalam negeri pemerintah pada RAPBN 2003 yang
justru menurun, Kwik malah kembali bertanya, utang dalam negeri kok bisa
menurun, dari mana? Kalau dikatakan utang dalam negeri pemerintah yang
menurun, hal itu membingungkan. ''Hitungannya di mana? Cari lebih dalam lagi
dong, seluruh profil obligasi bagaimana, seluruh obligasi yang jatuh tempo
profilnya bagaimana,'' katanya.

Namun, ketika ditanya soal utang dalam negeri pemerintah akan menurun
seperti diungkapkan oleh Presiden Megawati dalam Nota Keuangan dan RAPBN
2003, dia bergegas meninggalkan Gedung MPR dengan berkata, ''Saya nggak ikut
di dalam itu. Saya nggak ikut menyusun itu.''

Berbeda Pendapat

Menyinggung soal pola divestasi atau penjualan 51% saham bank-bank, seperti
BCA dan Bank Niaga, Kwik kembali menegaskan, dia berbeda pendapat dari IMF.
''Kalau dipertahankan terus, ambruklah negara ini.''

Menurut pendapatnya, sebelum proses divestasi dilakukan, Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) sebagai pelaksana penjualan harus membersihkan
dahulu obligasi rekap di setiap bank. Caranya, mengganti obligasi rekap dengan
zero coupon bond. ''Obligasi tetapi tidak mengandung bunga. Dalam soal ini
saya memang beda pendapat dari IMF.''

Dengan demikian, menurut dia, rasio kecukupan modal (CAR) bank tersebut
tidak berubah. Dalam obligasi, bank itu tidak menerima bunga, tetapi dapat
hibah cuma-cuma dari pemerintah. ''Namun tidak membuat bank itu kaya,
karena dipaskan hingga bank itu tidak minus,'' katanya seraya mengungkapkan,
cara itu didapat dari tim independen yang beranggotakan berbagai ahli ekonomi.

Selanjutnya, kata Kwik, bank-bank itu diberi waktu, sehingga setahap demi
setahap menjadi sehat. Namun, IMF mengatakan cara itu terlalu lama. ''Saya
menegaskan kepada IMF kalau proses dilakukan seperti sekarang, pemerintah
akan kehilangan ribuan triliun. Itu yang saya tidak bisa terima,'' tandasnya.

Namun, kata Kwik lagi, IMF tetap beralasan bahwa pola penjualan seperti itu
harus dipertahankan. IMF mengatakan obligasi rekap bisa dikurangi dengan
penjualan aset kredit bermasalah (non-performing loans/NPL) dari bank-bank
tersebut. Menurut Kwik, IMF berpendirian jika dibersihkan dari obligasi rekap,
bank itu tidak laku dijual.

Melihat kenyataan itu, dia mengatakan kepada IMF, bank-bank tersebut laku
dijual kalau ''disusui'' oleh pemerintah. Dia juga mempertanyakan kalau bank itu
laku dijual, padahal masih disubsidi pemerintah.

''Kok bank itu Anda katakan sudah sehat dan laku dijual? Kan bank itu belum
sehat,'' ujarnya.

''Saya sangat yakin kalau pola menjual bank dengan tidak membersihkan
obligasi terlebih dahulu, pasti tidak berkelanjutan dan pasti hancur ekonomi
Indonesia,'' kata Kwik meyakinkan.(tri-75k)

Copyright© 1996 SUARA MERDEKA