[Nasional-f] [koran-salatiga] salatiga: fucking titaley
enjoy_aje
nasional-f@polarhome.com
Sun Sep 8 11:46:50 2002
--- In cari@y..., "Ambon" <sea@s...> wrote:
Suara Merdeka
Jumat, 6 September 2002 Karangan Khas
Sekali Lagi, Agama Perlu Disekulerkan?
Catatan untuk Ibnu Djarir
Oleh: John Titaley
TULISAN Drs H Ibnu Djarir di Suara Merdeka tanggal 30 Agustus 2002
berjudul
"Agama Perlu Disekulerkan" menanggapi usul Abdul Munir Mulkan, menarik
disimak.
Tulisan itu telah berusaha mendudukkan secara proporsional apa yang
menjadi
dogma, ajaran agama tentang kebenaran (truth claim) yang tidak dapat
ditawar
lagi dengan yang bukan ajaran agama, sehingga dibicarakan pembedaan
antara
yang sakral dan profan atau sekuler.
Sebagai salah seorang pembicara dalam seminar tersebut, saya ingin
mengatakan bahwa sekalipun istilah agama perlu disekulerkan itu bukan
gagasan saya, hakikat pemikiran tersebut tidak perlu dilihat sejauh
seperti
yang dibayangkan, dalam arti meremehkan ajaran agama (Tuhan) dan
mengutamakan kepentingan duniawi.
Pemikiran seperti itu juga merupakan pergumulan saya sejak lama,
sekalipun
dengan pemikiran itu tidak berarti lalu saya menjadi sekuler, dalam
pengertian tidak lagi memberi tempat terhadap Tuhan dan agama dalam
kehidupan saya.
Sebaliknya, pemikiran seperti itu malah memberikan kekuatan yang baru
bagi
saya untuk beragama dengan lebih sejahtera dan mantap dalam kegalauan
perkembangan dunia ilmu pengetahuan (sekuler?) dan teknologi yang
lompatannya sangat jauh akhir abad yang lalu, terutama dengan
teknologi
kloningnya.
Pemikiran seperti itu dalam pergumulan saya dengan ajaran agama saya,
mendapat bentuknya dalam proses mengkaji latar belakang sosial dan
sejarah
suatu ajaran agama tertentu. Asumsi yang ada di balik pendekatan ini
adalah
bahwa setiap ajaran agama yang ditetapkan (manusia: gereja), mesti
ada latar
belakang sosial dan sejarahnya.
Ajaran itu bukan sesuatu yang turun begitu saja dari langit. Ajaran
itu
pasti terumuskan dalam suatu kurun waktu dan terjadi karena (atau)
akibat
suatu kenyataan sejarah tertentu. Penelurusan akar sosial dan sejarah
ini
bermanfaat agar kedudukan suatu ajaran dapat dihayati secara kritis.
Penghakiman Akhir Zaman
Salah satu contoh yang dapat saya kemukakan dalam kerangka ini
barangkali
adalah ajaran tentang Penghakiman Akhir Zaman dalam agama Kristen yang
disebut Eskhatologi.
Dalam ajaran agama Kristen dikatakan bahwa pada akhir zaman nanti
Tuhan akan
datang dan melakukan penghakiman terhadap semua manusia. Mereka yang
berdasarkan penghakiman itu kehidupannya dinilai baik, akan
dibenarkan,
sedangkan yang tidak akan dihukum.
Dalam agama Kristen, ukuran kehidupan yang baik adalah apabila ia
memberi
perhatian terhadap orang-orang yang lapar, miskin, telanjang,
tahanan, dan
sebagainya.
Mereka ini adalah orang-orang tersisih atau bahkan sampah masyarakat.
Tuhan
menyenangi kehidupan yang demikian itu. Sedangkan yang tidak, lalu
dihukum.
Ajaran ini tidak lahir begitu saja. Ajaran ini berkembang dari suatu
proses
hubungan agama Kristen dengan agama Yahudi sebelumnya. Sebagai agama
yang
lahir dari pangkuan agama Yahudi, sudah tentu agama Kristen ini tidak
dapat
melepaskan diri sama sekali dari warisan ajaran agama Yahudi itu,
termasuk
ajaran tentang penghakiman akhir zaman ini.
Sementara itu kalau ajaran tentang penghakiman akhir zaman ini dalam
agama
Yahudi dikaji, akan menarik sekali dilihat latar belakang sosial dan
sejarahnya.
Menurut para ahli, ajaran ini dalam sejarah ke-Yahudi-an adalah
sesuatu yang
baru. Ini adalah suatu ajaran yang baru muncul sekitar abad ke-5
sebelum
zaman bersama (szb).
Pada waktu itu bangsa Yahudi berada di bawah penjajahan berbagai
bangsa
besar dunia. Berturut-turut dimulai dari Babylonia Baru, Persia,
Makedonia,
Ptolemia, Seleucid dan akhirnya Romawi.
Bangsa Yahudi dijajah selama lebih dari 700 tahun lamanya, kecuali
untuk
waktu sekitar 60 tahun mereka memperoleh kemerdekaan terbatas di kota-
kota
saja.
Pada masa terjajah itulah bangsa tersebut menjadi tidak berdaya untuk
mengusir para penjajah mereka. Akibatnya, kegiatan di sekitar
kehidupan
keagamaan menjadi sangat tinggi dan berbagai ajaran ditetapkan untuk
menjaga
keutuhan bangsa tersebut.
Banyak ajaran muncul pada kurun waktu itu, di antaranya yang
terpenting
adalah konsep kudus (suci). Orang Yahudi ditetapkan harus menjadi
bangsa
yang kudus, bersih, dipisahkan dari yang tidak kudus.
Dalam situasi terjajah, dampak konsep ini sangatlah besar bagi orang
Yahudi
karena langsung terjadi pembedaan antara orang-orang Yahudi yang
kudus dan
para penjajah mereka yang tidak kudus.
Konsep kekudusan ini bagi orang-orang Yahudi menjadi penting, karena
ketika
Tuhan datang pada akhir zaman nanti, mereka yang kudus itulah yang
selamat,
sedangkan yang tidak akan dihukum.
Dengan demikian sudahlah jelas siapa yang selamat dan siapa yang akan
dihukum. Dan akibatnya pun jelas, mereka yang terjajah akan
dibenarkan dan
itu berarti suatu pembebasan. Yang melakukannya, Tuhan.
Sayangnya, dalam sejarah bangsa Yahudi penghakiman akhir zaman itu
tidak
terwujud. Tuhan tidak datang-datang untuk melakukan penghakiman itu
dan
mereka tetap berusaha menjadi bangsa yang kudus menantikan
penghakiman zaman
akhir itu.
Agama Menjadi Seram
Dalam kerangka analisis sosial dan sejarah tentang ajaran penghakiman
akhir
zaman Yahudi seperti inilah yang pada gilirannya juga memengaruhi
agama
Kristen. Ingin saya katakan, sebagai membebaskan saya dari kungkungan
dogma
agama saya, yaitu bahwa berbuat yang baik bagi sesama yang sangat
hina itu.
Hal itu saya lakukan bukan demi pembenaran saya nanti ketika Tuhan
datang,
akan tetapi memang mereka perlu ditolong. Keadaan keterhinaan dan
ketersisihan itu tidaklah akan menciptakan perdamaian dalam kehidupan
ini,
dan sudah tentu Tuhan akan sangat bersedih bila perdamaian itu
tidaklah
tercipta. Manusia akan mendiskriminasikan sesamanya, dan akibat dari
diskriminasi adalah pertengkaran.
Apakah itu berarti lalu saya menjadi sekuler dan kehilangan
kepercayaan saya
terhadap Tuhan? Tidak. Saya semakin percaya bahwa Tuhan bukanlah
sesuatu
yang dapat manusia rumuskan sesuka hatinya sendiri sehingga Tuhan
harus
melayani keinginan manusia itu. Tuhan begitu besar dari jangkauan
pemahaman
manusia, dan manusia selalu memiliki keterbatasannya, bahkan
kesalahan dalam
memahami-Nya juga.
Dalam pemahaman seperti inilah terletak potensi terjadi suatu dialog
antarmanusia yang telah beragama secara manusiawi.
Masalah dalam kehidupan beragama muncul ketika kita begitu yakin akan
kebenaran ajaran agama itu (dogma), sehingga kita lalu menurunkan
kemahakuasaan Tuhan di bawah kuasa kita, agama, atau gereja.
Akibatnya besar
sekali bagi kita sebagai manusia. Pertama, kita lalu cenderung
merekonstruksi suatu kehidupan (kosmologi) yang tidak riil. Kedua,
kita lalu
mengklaim diri sebagai "Tuhan" atas sesama kita, dan seterusnya.
Agama lalu
menjadi seram, karena manusia bisa bertindak atas nama Tuhan, dan
menentukan
kehidupan sesamanya menurut kehendaknya sendiri.
Upaya menelusuri akar sosial dan sejarah suatu ajaran seperti inilah
yang
rasanya perlu dilakukan supaya kita bisa beragama secara lebih baik.
Dampaknya bagi hubungan antarmanusia akan besar sekali. Tuhan tidak
lalu
hilang dan tersingkirkan dengan pendekatan seperti ini.
Tuhan semakin disadari kemahakuasaannya karena manusia semakin
menyadari
keterbatasannya. Ketika itu terjadi, barulah hubungan antaragama
diharapkan
menjadi lebih baik.(33)
- Prof Dr John Titaley, STh, Rektor Universitas Kristen Satya Wacana
(UKSW)
Salatiga
--- End forwarded message ---
------------------------ Yahoo! Groups Sponsor ---------------------~-->
4 DVDs Free +s&p Join Now
http://us.click.yahoo.com/pt6YBB/NXiEAA/MVfIAA/x3XolB/TM
---------------------------------------------------------------------~->
To unsubscribe from this group, send an email to:
koran-salatiga-unsubscribe@yahoogroups.com
Your use of Yahoo! Groups is subject to http://docs.yahoo.com/info/terms/