[Nasional-f] [koran-salatiga] REKONSILIASI-1

enjoy_aje nasional-f@polarhome.com
Sun Sep 8 11:43:56 2002


--- In cari@y..., Charles Coppel <c.coppel@h...> wrote:

>Date: Mon, 31 Aug 1998 00:50:40 +0700
>From: BLONTANK POeR <blontank@s...>
>Subject: REKONSILIASI-1
>X-Sender: blontank@p... (Unverified)
>To: bhinneka@d...
>MIME-version: 1.0
>X-Loop: one
>
>Senin, 31 Agustus 1998
>
>Rekonsiliasi Nasional Langkah Mutlak
>* Untuk Hapus Politik Balas Dendam
>
>
>Jakarta, Kompas
>
>Rekonsiliasi nasional merupakan langkah mutlak yang harus tercapai 
dalam
>tahap perkembangan bangsa saat ini. Setiap pribadi warga harus mulai
>memiliki tekad, niat, dan semangat tegas untuk menghapuskan total 
segala
>bentuk dendam. Penciptaan kesadaran untuk menghapus dendam bisa 
dibentuk
>melalui wacana publik atau diformat melalui sebuah lembaga dengan 
kekuatan
>kekuasaan. Satu hal yang pasti, rekonsiliasi tidak berarti menghapus
>pelaksanaan proses hukum terhadap mereka yang bersalah.
>
>Demikian pokok-pokok pikiran dari Rektor Universitas ParamadinaMulya 
Prof
>Dr Nurcholish Madjid, Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto, Direktur 
Lembaga
>Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Abdul Hakim Garuda Nusantara,
>Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
>Baharuddin Lopa, Menteri Kehakiman Muladi, dan mantan Kepala Staf 
TNI AD
>Jenderal TNI (Purn) Rudini.
>
>Mereka dihubungi Kompas secara terpisah akhir pekan lalu untuk 
menanggapi
>penting tidaknya upaya yang mengarah kepada rekonsiliasi seluruh 
warga
>bangsa. Pertanyaan diajukan karena banyak persoalan, seperti 
menebarnya
>politik balas dendam dan menguatnya tuntutan penerapan hukum terhadap
>pelanggaran hak asasi manusia (HAM), yang semuanya berpotensi 
mengancam
>integrasi bangsa.
>
>Hilangkan dendam
>
>Usai berbicara pada acara peluncuran buku Bangsa Saya yang 
Menyebalkan:
>Catatan tentang Kekuasaan yang Pongah karya Eep Saefulloh Fatah, 
Sabtu
>(29/8), Nucholish menyatakan, dalam keadaan apa pun, politik balas 
dendam
>tidak boleh terjadi.
>
>"Nabi Muhammad saja, kepada musuh paling berbahaya sekalipun, tidak
>memiliki rasa dendam. Jadi, langkah ini harus dimulai dengan 
penciptaan
>rekonsiliasi nasional sebagai sebuah wacana umum melalui pers, 
sehingga
>terbentuk publik opini," kata Cak Nur.
>
>Menurut dia, yang tak kalah pentingnya adalah langkah sadar 
rekonsiliasi
>dan anti-dendam ini harus dimulai dari diri pribadi setiap warga 
bangsa,
>dengan tekad dan niat yang kuat. "Memang sulit sekali melihat 
konteks dan
>skala yang begitu besar. Tapi tidak ada jalan lain. Masak kita mau 
terus
>menerus dendam," katanya.
>
>Dalam kaitan rekonsiliasi nasional ini, katanya, pengungkapan 
berbagai
>pelanggaran HAM selama ini harus terus dilakukan. "Itu bagian dari
>pengawasan sosial dan bagian dari usaha agar kita tidak sampai mulai
>menganggap lagi bahwa pelanggaran adalah hal yang biasa-biasa saja.
>Pemikiran ini berbahaya. Karena itu, harus diungkapkan terus. Bahkan
>sebetulnya tidak hanya yang besar-besar, yang kecil pun harus 
diungkap,"
>demikian Cak Nur.
>
>ABRI mendukung
>
>Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto 
menjawab
>pers di Halim Perdanakusuma Jakarta setibanya dari Pekanbaru hari 
Sabtu
>(29/8), mengutarakan, ABRI mendukung upaya dan langkah-langkah ke 
arah
>rekonsiliasi nasional.
>
>Namun, katanya, dukungan ABRI ini sebatas jika rekonsiliasi itu 
bertujuan
>membangun kembali satu visi dan semangat untuk menyelesaikan bersama
>masalah-masalah yang dihadapi bangsa.
>
>"Jika rekonsiliasi itu dalam artian pemahaman bersama bahwa masalah 
yang
>kita hadapi ini adalah masalah bangsa, dan yang bisa menyelesaikannya
>adalah juga seluruh bangsa, saya pikir itu positif dan baik-baik 
saja,"
>tuturnya.
>
>Dengan begitu, menurut Wiranto, "Kita akan saling mengerti dan 
memahami
>bahwa reformasi ini kita maknai sebagai peringatan bahwa kita pernah
>melakukan suatu hal yang tidak betul. Mari kita betulkan dan 
sempurnakan.
>Jika begitu 'kan baik."
>
>"ABRI justru mengajak seluruh bangsa memahami rekonsiliasi itu. 
Tidak ada
>gunanya kita saling menyalahkan, saling curiga, saling hujat. 
Padahal kita
>membutuhkan kebersamaan, pengertian untuk menyelesaikan masalah 
kita. Ini
>agar masyarakat tenang dan membantu menciptakan rasa aman yang 
dibutuhkan
>masyarakat untuk segera keluar dari krisis ini," katanya.
>
>Proses hukum
>
>Menurut Hakim dan Lopa, sebuah komisi rekonsiliasi memang perlu 
dibentuk
>pemerintah guna menyelesaikan berbagai kasus kekerasan politik selama
>pemerintahan Orde Baru. Pembentukan ini penting sebagai landasan 
kuat bagi
>terjaminnya persatuan dan kesatuan, sekaligus memulihkan kredibilitas
>pemerintah pasca Orba.
>
>Hakim mengingatkan, bangsa ini memang harus berorientasi ke depan, 
tapi
>itu tidak berarti mengabaikan peristiwa lalu. "Peristiwa masa lalu 
harus
>diselesaikan secara hukum. Kalau tidak, jangan salahkan masyarakat 
jika
>terus menuntut penyelesaian," katanya.
>
>Hal yang sama ditegaskan Lopa. Menurut dia, meskipun perlu diusahakan
>pemeliharaan persatuan dan kesatuan, itu tidak berarti menghapuskan
>tuntutan hukum bagi yang melakukan tindakan pidana. Tanpa 
penyelesaian
>hukum, katanya, landasan persatuan dan kesatuan bangsa akan rapuh dan
>sikap balas dendam terus tersimpan.
>
>"Bagaimana anaknya yang diperkosa, dibunuh, tapi pelaku tidak 
dihukum.
>Orang akan mengatakan negara apa ini," kata Lopa.
>
>Demikian juga halnya yang dikemukakan Rudini. Dikatakan, masih ada
>kesempatan bagi Presiden Habibie untuk berinisiatif menyelenggarakan
>rekonsiliasi nasional sebagai upaya menghilangkan sentimen, membina
>kerukunan dan saling menghargai.
>
>Kecurigaan di kalangan tokoh politik maupun antarkelompok etnis dan
>keagamaan tidak boleh menghalangi upaya rekonsiliasi, yang justru
>diperlukan untuk menghilangkan kecurigaan itu.
>
>Rudini sepakat, rekonsiliasi tidak boleh mengenyampingkan
>tindakan-tindakan hukum. Mereka yang diduga korupsi dan menyeleweng 
harus
>diusut tuntas. Bila bukti cukup, bawa mereka ke pengadilan.
>
>Pemerintah, menurut Menkeh Muladi, memang sampai saat ini belum 
mengambil
>sikap atas tuntutan agar kasus pelanggaran HAM di masa lalu diungkap
>kembali. Untuk mengatasinya, katanya, memang perlu dirumuskan prinsip
>rekonsiliasi nasional. Dengan demikian, berbagai kasus pelanggaran 
HAM itu
>tak menjadi komoditas politik dan bangsa Indonesia bisa membuka 
lembaran
>baru menyambut masa depan yang lebih baik. (gg/bb/tra/ama/wis)
>
>
>=========
>Roy Juliawan
>=========
>

Charles A. Coppel
Department of History
The University of Melbourne
Parkville, Victoria 3052
Australia
+61-3-93445952 (Work phone)
+61-3-93447894 (Work fax)
+61-3-93479025 (Home phone)
+61-3-93494460 (Home fax)
C.Coppel@h... (Email)
--- End forwarded message ---



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor ---------------------~-->
Looking for a more powerful website? Try GeoCities for $8.95 per month.
Register your domain name (http://your-name.com). More storage! No ads!
http://geocities.yahoo.com/ps/info
http://us.click.yahoo.com/aHOo4D/KJoEAA/MVfIAA/x3XolB/TM
---------------------------------------------------------------------~->

To unsubscribe from this group, send an email to:
koran-salatiga-unsubscribe@yahoogroups.com

 

Your use of Yahoo! Groups is subject to http://docs.yahoo.com/info/terms/